Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Engkau dan Sang Waktu (Bagian Dua)

Ruang Berbagi dan Informasi

 

 Engkau dan Sang Waktu (Bagian Dua)

 

Tiba di Jalan sunyi, jalanan yang pada akhirnya mampu membuat engkau melihat dan mendengarkan semuanya dengan rasa, dari Sang Waktu akhirnya engkau paham bahwa yang selama ini menjadi misteri dan mustahil akan terpecahkan, selama engkau masih melihat semuanya dengan kacamata dunia ternyata bisa engkau lihat dengan begitu jelas di tempat ini.

Dari Sang Waktu akhirnya engkau belajar dan memahami, bahwa sesungguhnya Rasa Sedih dan Rasa Bahagia yang selama ini engkau yakini sebagai teman yang paling setia, ternyata semua itu hanyalah fatamorgana, karena bagiku, Rasa Sedih dan Rasa Bahagia itu hanyalah sebagai pakaian saja, pakaian yang hanya di pakai oleh anak –anak manusia yang masih berada di  dunia. Dan di mata-ku, semua itu hanyalah untuk mempercantik penampilan mereka saja.

 

Pada Akhirnya, dari Sang Waktu engkau paham, bahwa sesungguhnya hal - hal yang selama ini begitu memberatkan langkah kedua kaki-mu, ketika hendak menuju ke jalan sunyi, itu semua tak lebih hanyalah pakaian duniawi semata, pakaian anak – anak manusia yang hanya berguna ketika masih berada di alam manusia biasa, pakaian yang diciptakan oleh Tuhan hanya sebagai pelengkap untuk memperindah panggung sandiwaranya.

 

Tiba di penghujung jalan sunyi, engkau benar – benar sadar, bahwa sesungguhnya engkau tidak memiliki apa – apa di dunia. Hal ini berbanding lurus dengan keyakinan yang selama ini engkau miliki.

 

Dalam diam, engkau hanya mampu berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah makluk lemah yang tidak memiliki daya dan upaya tanpa pertolongan dari Tuhanku, Tuhan seru sekalian alam. Tuhan yang tidak ada satupun makhluk yang mampu menyerupainya.

 

 

Di jalan sunyi, jalanan yang selalu dilewati oleh para Sufi dan Para Penyair kehidupan. Jalanan yang bahkan para Setan pun enggan untuk melewatinya, engkau kembali terdiam, ketika sadar bahwa sesungguhnya engkau hanyalah satu dari sekian banyak noda – noda yang ada di dunia.

 

Dalam keheningan, di pusaran waktu, engkau tersentak, saat menyadari  ternyata Sang Waktu tidak lagi ada di sisi-mu. 

Dalam diam, engkau coba lihat keadaan yang ada di sekelilingmu. Dan lagi - lagi engkau kembali takjub, saat menyadari, ternyata saat ini engkau tengah berdiri, tegak lurus dipusaran waktu.

 

******

Di ruang waktu, tempat yang hanya mampu engkau jangkau dan lihat dengan rasa-mu.Ternyata, di tempat ini engkau hanyalah makhluk lemah yang tidak memiliki daya upaya tanpa pertolongan Tuhanmu. 

 

Engkau hanyalah setitik debu yang tak memiliki daya dan upaya.

 

Dalam ketidak berdayaanmu, engkau kembali tersentak, saat mendengar ada satu suara menyapamu, menyapamu dari suatu tempat yang tidak lagi mampu terjangkau oleh panca indra dunia-mu, suatu tempat yang hanya mampu engkau jangkau dengan panca rasa mu.

Sebelum engkau sempat bertanya pada seraut wajah di dalam Cermin buram yang menyapamu, tiba – tiba saja para "sahabatmu" yang selama ini selalu menemanimu ketika masih berada di dunia datang menyapamu terlebih dahulu. 

Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira yang datang secara bersamaan menyapamu dan bertanya, 

“Apa yang sudah engkau lakukan di tempat ini?”

“Gilakah aku?” 

Dalam diam, engkau bertanya pada diri sendiri sambil menangis dan tertawa, juga merasa begitu marah sekaligus bahagia pada semuanya.

 

“Apakah aku sudah gila?”

 

Pertanyaan itu kembali engkau ucapkan secara berulang – ulang sambil terus menggoyang - goyangkan kepalamu laksana orang yang sedang berzikir menyebut nama Tuhan.

Engkau kembali tatap Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira yang tengah berusaha kembali mengingatkanmu, bahwa engkau hanyalah manusia biasa dan bukan tempatmu untuk berada di tempat yang bukan menjadi hak seorang anak manusia.

 

Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira adalah sahabat – sahabat terbaikmu ketika engkau masih berada di alam dunia, kedekatanmu kepada mereka semua tidak pernah ada yang meragukannya lagi, sebab mereka selalu terbukti ada untukmu.

 

“Haruskah aku tinggalkan mereka semua?”

 

Dalam bimbang, engkau kembali menangis, tertawa, meratap dan juga marah pada semuanya.

Kini, engkau harus menghadapi kenyataan, bahwa pada akhirnya,  semua hal – hal yang selama ini begitu dekat denganmu harus engkau tinggalkan demi cinta sejatimu.

 

“Pergilah, aku ingin menemui cintaku yang sejati di tempat ini,” 

Begitu dingin engkau berkata kepada Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira ketika keinginanmu yang begitu kuat untuk menemui cinta sejatimu itu pada akhirnya bisa mengalahkan semuanya.

“Setelah sekian lamanya kami menemanimu selama hidup di dunia, ternyata demi cinta sejati, engkau rela mengusir kami begitu saja dari dalam kehidupanmu,” 

Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira berkata secara bersamaan.

 

Terengah – engah, engkau coba hadapi semuanya.

 

Dalam ketidakberdayaanmu, engkau mencoba memenangkan pertempuran terakhirmu, mengalahkan Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira yang selama ini menjadi bahagian dari kehidupanmu selama engkau berada di dunia fana ini.

 

******

Darah dan air mata masih terus keluar bekas luka, bekas sisa-sisa pertempuranmu memenangkan perang besar melawan Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira yang pada akhirnya harus menjadi musuh terakhirmu di tempat ini.

Di tempat yang saat ini hanya ada engkau, di jalan yang tak lagi ada doa dan pengharapan yang pantas untuk engkau panjatkan di tempat ini, dalam ketidakberdayaan, engkau terus berusaha membersihkan Cermin buram di hadapanmu.

Lagi - lagi engkau terdiam, saat merasakan semuanya terasa begitu ringan, tanpa beban, engkau tatap seraut wajah yang tadi menyapamu dari dalam Cermin buram.

Di dalam keheningan yang tidak biasa, di penghujung jalanan yang semakin terasa begitu sunyi, engkau akhirnya sadar, bahwa selain Sang Waktu, ternyata Setan dan Malaikat yang biasanya selalu datang menemuimu silih berganti, juga tak lagi ada di tempat ini.

Dalam diam, engkau lihat keadaan di sekelilingmu, saat ini tak lagi ada sekat dan jarak pandang yang engkau temui, saat ini semuanya terlihat begitu terbuka, bukan hanya Planet – planet yang berada di Tata Surya tapi bahkan aliran darah dan semua sel - sel yang masih aktif di dalam tubuhmu pun saat ini terlihat begitu jelas sekali.

“Nikmat sekali berada di tempat ini?” 

Engkau bergumam dan tanpa sadar melihat ke arah Alam semesta yang terlihat begitu tenang dari tempatmu berdiri saat ini.

Selanjutnya penglihatanmu bergeser ketempat lainnya, melihat ke Bumi, menembus langit dunia, melihat anak – anak manusia yang masih terlihat seperti biasa, dan melihat dirimu masih berada di antara mereka.

“Berada di antara mereka? Berarti aku aku belum meninggal dunia?”

Tiba – tiba saja engkau lupa akan tujuanmu hingga sampai berada di tempat ini. Di tempat yang begitu tenang ini engkau merasa tanpa beban dan tanpa rasa.

Saat ini engkau merasa sudah tidak lagi memilik rasa amarah, sedih dan juga bahagia, berbeda sekali dengan ketika engkau masih berada di dunia.

Di hadapan Cermin yang tak lagi buram di hadapanmu. Saat ini engkau merasa tidak lagi ada kenangan yang tersisa dari memori yang Tuhan tanamkan di dalam otak setiap anak manusia. Saat ini, yang bekerja adalah kekuasaan  alam bawahmu.

 

Semua kenangan buruk yang dahulu terasa begitu membebanimu, saat ini tiba-tiba  saja menghilang begitu saja dari dalam memori otakmu. Memori otak yang selama ini engkau pergunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua kenangan yang terjadi di dalam kehidupanmu.

 

Hening.

 

Dalam kesendirian, tanpa Setan dan Malaikat, juga tanpa kehadiran Rasa Amarah, Rasa Bimbang, Rasa Takut, Rasa Sedih dan Rasa Gembira yang selama ini menjadi bagian dari kehidupanmu di alam dunia, engkau mulai mampu melihat dengan jelas, siapa sosok suara dari dalam Cermin yang tadi menyapamu di tempat ini.

"Engkau adalah aku dan aku adalah engkau" katamu pelan, sambil menatap sosok yang tadi menyapa kehadiranmu di tempat ini.

“Ya, saat ini, tak ada lagi sebutan aku dan engkau, yang ada adalah kita sebab engkau adalah aku dan aku adalah engkau” 

Seraut wajah di dalam Cermin yang tak lagi buram itu berkata. Sebelum semuanya tiba - tiba saja berubah menjadi cahaya.

 

******

Ketika kuputuskan untuk membuka lembaran ini, aku menyebutnya ini adalah lembar perjalanan hidup Kita, sebab engkau dan aku adalah satu kesatuan. Jika aku adalah Pena Sang Waktu, maka engkau adalah Lembaran kertas Sang Waktu,  atas izin Tuhanku dan Tuhanmu yang satu. Kita adalah takdir yang menjadi bagian dari perjalanan Sang Waktu.

 

Tidak lagi ada masa lalu, masa kini dan masa depan di hadapan Kita, karena sesungguhnya Kita adalah Ruang Waktu itu sendiri, Ruang waktu yang tercipta sebelum Tuhan menciptakan Alam Semesta ini.

 

Kita adalah awal dan akhir dari kehidupan yang pernah ada, jika aku adalah Adam maka engkau adalah Hawa, dan jika aku adalah langit maka engkau adalah bumi-nya yang jika di pisahkan, maka itu adalah awal mula dari kehancuran Dunia.

 

 

Kita adalah Pena dan Lembaran kertas di tangan Sang Waktu. Pena dan Lembaran yang akan mencatat dan akan terus di baca oleh anak – anak manusia di Dunia. Kita adalah Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan nanti. 

Kita adalah  simbol akan cinta sejati. Cinta sejati yang akan terus ada, bahkan ketika dunia dan Alam Semesta ini tak lagi ada. Karena Kita bersama Tuhan. Tuhan yang akan tetap ada, walau Alam Semesta ini kelak akan binasa.

 

Kaki Langit, 1919

 

Selesai

Ubah Ikuti Blog

Traktir creator minum kopi dengan cara memberi sedikit donasi. Silahkan Pilih Metode Pembayaran

Baca Konten Premium dengan Metode Pembayaran, silahkan BERLANGGANAN untuk lanjut membaca artikel-artikel pilihan.

 © 2024 - Warkasa1919. All rights reserved