Kisah Si Belah Mencari Tuhan (Bagian Tujuh Belas)
![]() |
Kisah Si Belah Mencari Tuhan |
Bagian Tujuh Belas
“Iya, sebab itu adalah diri Mbak di masa lalu. Aku sudah jauh berjalan, bagiku dunia ini begitu misterius, sama misteriusnya dengan kehidupan itu sendiri. Terlalu luas untuk di telaah, terlalu sulit untuk di mengerti, tidak mudah untuk di ketahui dan di pahami secara utuh. Tapi aku sadar bahwa kehidupan itu sendiri, di pahami atau tidak, ia akan tetap berjalan sebagaimana waktu yang terus berjalan. Begitupun dengan kehidupan kita ini yang pada akhirnya harus berhenti ketika sudah sampai ditujuan.”
“Iya,”
“Apa yang Mbak lihat di kedua mataku tadi?” Jabrik kembali mengulangi pertanyaaannya tadi.
Mendengarkan pertanyaan Jabrik barusan. Perempuan muda yang saat ini tengah mengenakan kemeja lengan panjang motif kotak-kotak berwarna biru tua, dipadu dengan setelan Blue Jeans ketat ini hanya mampu tertunduk malu, berusaha menyembunyikan rona merah di kedua pipinya. Dan sambil menggigit bibirnya yang terlihat begitu tebal, basah, merah dan merekah itu, Ia berkata,
“Oneng mau melakukan dengan Mas seperti apa yang Oneng lihat tadi di dalam kedua bola mata Mas, tapi dengan satu syarat,”
“Apa syaratnya?’
“Nikahi lahir batinnya Oneng dulu,”
Perempuan cantik yang memiliki model rambut ala polwan untuk memberikan kesan rapi, sopan, sekaligus bersahaja yang memilik tubuh ideal dan semampai yang memiliki tinggi badan sekitar 165 cm lebih yang saat ini tengah mengenakan kemeja lengan panjang motif kotak-kotak berwarna biru tua, dipadu dengan setelan Blue Jeans ketat itu menundukan wajahnya sendiri karena merasa malu saat mengajukan syarat kepada Lelaki yang baru di kenalnya itu.
“Setuju!”
Jabrik langsung meng-iya-kan syarat yang diminta Perempuan muda yang saat ini mukanya terlihat berwarna merah dadu itu sambil mengulurkan telapak tangannya, mengajak Oneng kembali bersalaman. Walaupun awalnya Oneng sedikit ragu ketika hendak meyambut uluran tangan lelaki muda di depannya, tapi akhirnya dengan yakin Ia ulurkan jemari tangannya untuk menyambut tangan Lelaki tampan di depannya itu sambil tertunduk malu.
“Hai Sri Kustuti Nengsih, bersediakah engkau menjadi istriku? Bersediakah engkau menerima dan mencintaiku karena Tuhanku dan Tuhanmu yang satu? Tuhanku dan Tuhanmu Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
“Demi Allah dan Utusannya, Oneng bersedia Mas, bersediakah Mas menjadi Imam yang baik buatku?”
“Demi Allah dan Utusannya, aku bersedia menjadi Imam bagimu wahai Makmumku. Karena Allah dan takdir hidupku aku bertemu denganmu di tempat ini. Cintai aku karena Allah sebagaimana aku mencitaimu karena Dia.”
Selesai
Catatan: Di buat oleh, Warkasa1919 dan Apriani1919. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Akhirnya muncul lagi cerita si Belah 😁😁 banyak yang bisa kita ambil dari cerita si Belah 😊
BalasHapusIya😂 semoga ada hikmah yang bisa di petik dari setiap percakapan yang ada di dalam cerita☺️🙏
HapusSemoga ada ide-ide segar lagi untuk membuat cerbung 😁😀
BalasHapusWah beda akun lgi nih😂 iya, Aamiin
HapusCreo que el texto, bien puede entrar en la intención del género mítico y sapiencial. UN abrazo. Carlos
BalasHapusGracias por leerlo señor Carlos
HapusDitunggu novel selanjutnya, Mas Warkasa. Salam sukses selalu.
BalasHapusIya bu Nur.. hehehe terimakasih sudah berkenan membacanya. Salam hormat☺️🙏
HapusTerimakasih sudah berkenan membacanya Om Budi..☺️🙏
BalasHapusKeereen
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan membacanya bang Ricard☺️🙏
Hapusceritanya menarik nih dan bagian-bagian nya ternyata.
BalasHapusIya, bersambung antar blog, terimakasih sudah berkenan membacanya☺️
Hapuscerita menarik.... mengalir.
BalasHapusTerimakasih sudah berkenan membacanya bang Tanza. Salam hangat☺️
Hapus