Cara Menggunakan Kalender Jawa

Cara Menggunakan Kalender Jawa

Cara Menggunakan Kalender Jawa

Kalender Jawa

 

Cara Menggunakan Kalender Jawa – Budaya Jawa merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang sangat menarik untuk dipelajari. Dengan sejarah yang panjang dan beragam, budaya ini menawarkan berbagai aspek yang unik, mulai dari tradisi, seni, hingga adat istiadatnya,  salah satunya adalah kalender Jawa yang biasanya digunakan untuk menentukan berbagai kegiatan penting, seperti kegiatan menentukan hari baik untuk pernikahan, kegiatan menentukan hari untuk khitanan, kegiatan untuk menentukan acara kematian, kegiatan menentukan pendirian rumah, dan juga kegiatan untuk menentukan hari baik untuk berpergian.

Masyarakat Jawa, pada umumnya, beranggapan bahwa mereka harus menentukan hari baik terlebih dahulu untuk melaksanakan berbagai kegiatan, seperti kegiatan pernikahan contohnya, agar calon pasangan yang akan menikah nantinya tidak akan memperoleh kejadian buruk, baik itu sebelum menikah atau setelah menikah maka diperlukan rumus untuk menentukan hari baiknya terlebih dahulu.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada umumnya masyarakat memandang bahwa kalender Jawa itu memiliki nilai kesakralan. Adapun salah satu ciri dari kesakralannya itu adalah dihormati manusia, menimbulkan rasa takut, dijunjung tinggi, ditandai sifat ambigu, manfaatnya tidak dapat dinalar, memberikan adanya kekuatan, serta menekankan tuntunan dan kewajiban bagi para penganutnya.

Namun terkait adanya kepercayaan dan juga keyakinan terhadap sesuatu hal di dalam kalender Jawa ini, pada dasarnya itu semua Kembali kepada pribadi masing-masing. Adapun berbagai tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat dalam menyirakan adanya kalender Jawa merupakan sebuah kebiasaan terkait masalah-masalah di kehidupan sosial, sebuah tata kelakuan terkait kehidupan sosial, dan juga sebuah adat yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya leluhur Nusantara yang pernah jaya pada masanya.

...

 

Hari Pasaran dalam Penanggalan Jawa

Leluhur Nusantara, khususnya orang Jawa pada masa pra Islam telah mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari, tetapi dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini biasanya disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara, sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Namun seiring berjalannya waktu, siklus yang masih dipakai hingga saat ini adalah saptawara atau siklus tujuh hari dan pancawara atau siklus lima hari, sedangkan untuk siklus-siklus lainnya yang masih menggunakannya adalah Pulau Bali dan di Tengger.

Siklus Tujuh Hari

Adapun penjelasan dari saptawara atau padinan adalah hitungan yang terdiri atas tujuh hari yang dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Siklus tujuh hari ini serupa dengan siklus mingguan seperti yang terdapat di dalam kalender Masehi, yaitu Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Gerakan dari bulan terhadap bumi tersebut oleh para leluhur Nusantara yang agung telah diabadikan dalam beberapa nama dan berikut ini adalah nama dari ketujuh nama hari tersebut.

Nama Hari
Radite Ngahad, melambangkan meneng (diam
Soma Senen, melambangkan maju
Hanggara Selasa, melambangkan mundur
Buda Rebo, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri
Respati Kemis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan
Sukra Jemuwah, melambangkan munggah (naik ke atas)
Tumpak Setu, melambangkan tumurun (bergerak turun)

 

Adapun pancawara terdiri atas Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan). Pancawara ini biasa disebut sebagai pasaran. Siklus ini dahulu sering dipergunakan oleh para pedagang untuk membuka pasar sesuai hari pasaran yang ada. Inilah yang menyebabkan sekarang banyak dikenal nama-nama pasar yang menggunakan nama pasaran tersebut, seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Pahing, Pasar Pon, dan Pasar Wage.

Hari Pasaran

Hari-hari pasaran merupakan posisi patrap (sikap) dari bulan sebagai berikut.

Pasaran Melambangkan
Kliwon Kasih, melambangkan jumeneng (berdiri)
Legi Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah ke belakang)
Pahing Jenar, melambangkan madep (menghadap)
Pon Palguna, melambangkan sare (tidur)
Wage Cemengan, melambangkan lenggah (duduk)

Selain pancawara dan saptawara, masih ada siklus enam hari yang disebut sadwara atau paringkelan. Walaupun terkadang masih digunakan dalam pencatatan waktu, paringkelan tidak digunakan dalam menghitung jatuhnya waktu upaca-upacara adat di keraton. Paringkelan terdiri atas Tungle, Aryang, Warungkung, Paningron, Uwas, dan Mawulu.

Baca Juga

Direkomendasikan untuk Anda

Rp 3.410.445
Jasa Pembuatan Website siap pakai di Pekanbaru
Rp 1.878.293
Jasa pembuatan blog siap pakai di Pekanbaru
Rp.25.000,
Berlangganan Konten Premium Rp.25.000,00 sekali baca atau Rp.120.000,00 per tahun
Rp.110.000,
Toko Buku Onlie
Lihat harga
Jika Anda berminat bisa menghubungi kami
Lihat harga
Jasa Pembuatan Peta dan Pemetaan yang 1919 Mapping

  • Tentang
  • Profil

    Warkasa1919
    Warkasa1919

    Lihat Profil

    Warkasa1919.com adalah sebuah platform blog dan publikasi online yang menyediakan berbagai macam konten menarik dan bermanfaat. Kami fokus membahas topik seputar Bisnis Online, Informasi Teknologi, dan berbagai artikel fiksi seperti Novel, Cerpen, dan Puisi.



  • Perlu Bantuan?