Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Di lintasan Harimau Sumatera

Ruang Berbagi dan Informasi

 

 

Novel | Wanita Berkerudung Bergo Panjang Merah Marun

Kuikuti jalanan setapak di antara batang-batang pohon karet yang seperti mau tumbang ditiup angin ini sambil terus mempercepat langkah kakiku, menuju ke Rumah Panggung berwarna coklat tua yang sudah mulai terlihat dari tempatku berada saat ini. 

Baru saja aku sampai di depan rumah panggung, hujan turun dengan lebatnya, di sertai suara petir yang mengggelegar,

Kuhampiri sepasang muda–mudi yang tengah duduk di teras depan rumah panggung dan segera ku ulurkan telapak tanganku pada anak lelaki muda yang melangkah menghampiriku. Sambil memperkenalkan diri, aku pamit untuk menumpang berteduh di tempat ini.

Setelah berkenalan, aku tau anak lelaki muda itu bernama Bono. Bono mempersilahkan aku masuk kedalam teras rumahnya. 

Perempuan muda yang kulihat sedang duduk bersama Bono itu berdiri dari kursi yang sedang di duduki-nya. Lalu sambil berdiri, dia mempersilahkan aku duduk. Setelah mengucapkan terima kasih, ku turunkan tas ransel yang sedari tadi ku panggul di pundakku, lalu, kutaruh tas ranselnya pas di sebelah kursi tempat dudukku saat ini.

Perempuan muda bertubuh molek yang barusan pamit masuk ke dalam rumah itu ternyata adalah adik Bono, namanya Dita, usianya sekitar 15 tahun, memiliki rambut panjang sedikit bergelombang terurai hingga sebahu, mengenakan kaos oblong berwarna abu-abu serta celana kain berwarna hitam. 

SAMBIL menghisap sebatang rokok yang baru saja selesai kubakar, mataku melirik ke arah Bono yang mengenakan kaos berwarna coklat tua, saat ini, kulihat dia tengah meracik Rokok klembak Menyan[ii] di atas meja. Bono sendiri kuperkirakan berusia sekitar 20 tahun. 

Sambil merokok kami mengobrol tentang banyak hal, hingga seorang wanita mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun datang membawa nampan berisi dua gelas kopi. Kuambil gelas kopi yang di tawarkan oleh wanita tinggi semampai dan sudah cukup berumur yang di panggil “Emak” oleh Bono barusan, kuperkirakan, wanita berkerudung[iii] bergo panjang berwarna merah marun yang mengenakan celana kain berwarna hitam type kulot berbahan katun dan terdapat karet di bagian pinggangnya ini berusia sekitar 50 tahunan, walau sudah cukup berumur namun wanita berkulit sawo matang ini kulihat masih menyimpan sisa–sisa kecantikan masa mudanya dulu.

Srupp..Eehm. terasa enak sekali kopi buatan emak Bono ini...Entah karena cuaca lagi dingin akibat hujan lebat di sertai angin kencang sore ini, entah karena memang jenis kopi ini memang berbeda dari kopi yang biasa kuminum, namun rasa kopi ini terasa begitu pas di lidahku.

Kualihkan pandangan mataku ke tempat lain, ketika tanpa sengaja mataku beradu pandang dengan matanya. Entah kenapa jantungku berdetak sedikit lebih kencang setiap kali tanpa sengaja menatap dan beradu pandang dengan sepasang mata wanita berkerudung bergo panjang merah marun di depanku ini. Sorot matanya begitu tajam dan misterius, aku berusaha menepis dan mengusir jauh-jauh bayangan senyum manis wanita berkerudung Bergo panjang merah marun ini dari dalam  pikiranku.

Duaarrr….

Aku dikejutkan oleh suara petir, kulirik jam di pergelangan tanganku, aku baru sadar ternyata jam tangan yang kukenakan ini mati. Kuperhatikan sekali lagi, ternyata jam tangan ini memang benar–benar sudah mati. Aku tidak tau sudah jam berapa saat ini, hari sudah gelap tapi belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti.

“Abang dari mana?”

Suara  wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  di depanku ini memecah kesunyian. Kujelaskan persis seperti apa yang kuceritakan kepada Bono tadi. Kulihat wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  ini diam sebentar, lalu berkata;


”Hari sudah gelap, dan hujan masih belum berhenti, sebaiknya menginap saja disini. Dusun yang mau abang tuju itu setengah hari perjalanan dari sini ini,” kata wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini, lalu meneruskan ucapannya sambil melihat kearah Bono yang tengah duduk di sebelahku.

Ubah Ikuti Blog

 

*

SETELAH selesai mandi dan mengganti pakaian yang ku kenakan sore tadi dengan pakaian yang lebih bersih, aku duduk di samping Bono. Kuperhatikan isi ruangan yang hanya di terangi oleh pelita minyak tanah, kuperhatikan Bono yang sedang duduk sambil menikmati Rokok klembak menyannya. Mataku berputar “menyapu” sekeliling ruangan, mataku tidak menemukan bingkai photo atau pun hiasan dinding lainnya di dalam ruangan ini.

“Bono..ajak abang makan malam sekalian..”

Terdengar suara wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun dari ruang tengah. Aku mengikuti Bono dari belakang berjalan menuju ke ruang tengah. Lalu mengambil posisi duduk di sebelah Bono. Sedangkan wanita yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun itu duduk di depanku, sementara Dita duduk di sebelahnya. Wanita berkulit hitam manis yang di panggil “Emak” oleh Bono dan Dita ini kulihat “cekatan” menuangkan air dari Kendi[iv] ke dalam gelas. Setelah semua gelasnya terisi air dia meletakan gelas-gelas tersebut di hadapan kami. 

Bono mendekatkan Cething ke arahku, Cething adalah sebutan alat dapur yang berfungsi sebagai tempat menaruh nasi yang sudah matang dan siap di hidangkan untuk di santap, masyarakat Jawa dulu mengenal Cething terbuat dari anyaman bambu, berujud seperti mangkuk. Anyaman bambu itu di buat dengan diameter rata–rata sekitar 20 cm dan tinggi16 cm. Bagian atas belahan bambu berbentuk lingkaran, sementara bagian bawah di beri belahan bambu persegi empat berfungsi sebagai alas atau kaki.

 

Aku menyendokan nasi ke dalam piringku, “Makan yang banyak Bang, jangan malu–malu, tadi Bono dapat Rusa, abang suka daging Rusa?” tanya wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  sambil menyodorkan daging Rusa[v] bakar ke arahku. ”Iya mak..” jawabku, sambil mengambil sepotong daging Rusa bakar, lalu memasukannya ke dalam piring nasiku.

SETELAH selesai makan malam, kami bertiga ngobrol di ruang tengah, sambil membakar rokok, aku bertanya pada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun  di depanku ini.

“Bapak kemana mak..? dari tadi saya nggak ada melihat Bapak..?”

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun menatapku, mata kami beradu pandang sejenak, dan seperti sore tadi jantungku kembali berdetak lebih kencang dari biasanya. Sorot matanya begitu tajam. Seperti menyalurkan getaran aneh, dan sulit ku jelaskan dengan kata–kata. Tak sanggup menatap kedua matanya terlalu lama, ku coba alihkan pandangan mataku ke arah Dita yang baru saja datang dari dapur membawa nampan berisi empat gelas kopi kopi. Lalu meletakan masing-masing satu pas di hadapan kami.

”Sudah lima tahun yang lalu bapak pergi meninggalkan kami semua bang..” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini sambil menatapku, dan entah kenapa aku jadi merasa tidak enak sendiri dengan pertanyaan yang barusan sempat terlontar keluar dari bibirku, seperti tau dengan perasaan ku yang merasa kurang enak, dia kembali berkata;

 ”Bapak sekarang sudah bahagia di tempat barunya. Sudah lima tahun ,tidak pernah ada tamu yang berkunjung ke rumah ini, dan baru abang, orang luar pertama yang mengunjungi rumah ini setelah kepergian bapak..” katanya lagi. 

Aku diam, sambil menyeruput kopi dari gelas di tanganku. Jujur saja, sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang berputar–putar di kepalaku saat ini, mulai dari  GPS[vi] yang biasa kupakai sebagai penunjuk arah, siang tadi setelah menyeberangi sungai yang kelima mendadak tidak berfungsi lagi. Hingga tatapan mata wanita yang begitu misterius ini. 

Berdasarkan peta jalan yang kubawa sebelum GPS yang kubawa mati, seharus nya aku cuma membutuh waktu sekitar dua jam paling lama untuk sampai ke Dusun tujuan ku itu, tapi tadi aku merasa sudah berjalan jauh sekali hingga hampir setengah hari baru sampai ke kebun ini. Sementara menurut wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku ini, aku masih membutuhkan waktu sekitar setengah hari lagi untuk mencapai Dusun tujuan ku itu. Batrei Handphone milik ku ngedrop hingga mati total, juga jam tangan yang kukenakan saat ini ikut mati, praktis membuat ku tidak tau jam berapa dan sedang berada di mana saat ini.

 “Apa emak dan anak–anak tidak takut tinggal sendirian di tempat ini mak..?” tanyaku pada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku.  “Takut apa bang..?” dia balik bertanya, sambil tertawa melihat ke arahku, barisan gigi putihnya terlihat bersih dan rapi ketika wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini tertawa lebar.

“Harimau atau binatang liar misalnya.” kataku, karena aku ingat, tadi pagi sebelum menyeberang ke tempat ini, pemilik sampan yang kunaiki sempat berpesan agar hati–hati melintas di wilayah ini.

 

SAMPAN adalah sebuah perahu kayu  yang memiliki dasar relative datar, dengan ukuran sekitar 3,5 hingga 4,5 meter yang di gunakan sebagai alat transportasi sungai dan danau atau menangkap ikan. Sampan dapat mengangkut 2 - 8 orang, tergantung ukuran sampan. Sampan adakalanya memiliki atap kecil dan dapat di gunakan sebagai tempat tinggal permanen di perairan dekat daratan. Sampan tidak di gunakan untuk berlayar jauh dari daratan, karena jenis perahu ini tidak memiliki perlengkapan untuk menghadapi cuaca yang buruk.

 

Dan menurut orang Dusun, daerah ini adalah perlintasan satwa liar, kususnya Harimau Sumatera[vii]. Harimau sumatera adalah subspecies harimau terkecil, Harimau sumatera mempunyai warna[viii] paling gelap di antara semua subspecies harimau lainnya, pola hitam berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet.  

 

 ”Emak dan anak – anak berteman dengan mereka semua bang..” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini tenang, sambil tersenyum menatap lurus kedua mataku. Sepertinya dia memang sengaja menggodaku. Di matanya, aku terlihat takut-takut menatap kedua matanya, namun tak jarang, tanpa sengaja dia memergoki aku sedang mencuri-curi pandang ke arahnya.

 “Tadi kata Bono, Emak sering di mintai tolong sama orang Dusun untuk mengobati orang sakit, dan ada pas ada orang yang mau melahirkan anak. Kalau jaraknya saja dari sini sekitar setengah hari, gimana cara emak kesana dan gimana cara orang Dusun menghubungi emak disini? sebab seingatku tadi, pas mau menuju kemari, menyeberang sungai saja sampai lima kali ganti sampan.” tanyaku.

“Besok abang akan tau sendiri, kan abang mau pergi ke Dusun itu ” jawab nya kalem.

 

Duh.. Aku benar-benar mati kutu di hadapan wanita berumur yang masih menyimpan sisa-sisa kecantikan masa mudanya ini. Kulirik Bono yang mulai berbaring meluruskan pinggang di sampingku, mungkin dia kelelahan siap berburu rusa  siang tadi. Kuambil kopi, dan;

 

Sruput,

 

Ehm…Memang kopi ini beda, dengan kopi yang biasa kuminum.

 

”Ini kopi apa mak..?” tanyaku penasaran. “Besok aku mau cari kopi jenis ini"  kataku lagi. ”Itu kopi hasil kebun sendiri bang..” jawabnya singkat.

 

Aku makin penasaran dengan penghuni rumah panggung di tengah kebun karet ini, ternyata selain menanam karet mereka juga menanam kopi disini. Aku memang pernah membaca , bahwa karet bisa di tumpang sarikan dengan kopi, sebagai mana halnya tumpang sari antara kelapa dengan kopi. Sifat kopi sendiri merupakan tanaman yang perlu naungan, kanopi pohon tidak terlalu tinggi, sementara karet merupakan pohon yang memerlukan pencahayaan penuh, yang batangnya pun tinggi, hingga tumpang sari kopi dengan karet sangat padu.

"Kalau sudah ngantuk istirahat saja di kamar bono bang, emak pun mau istirahat." kata wanita berkerudung bergo panjang merah marun ini sambil beranjak dari tempat duduknya, di ikuti oleh Dita dari belakang.

 “Iya Mak.” jawabku sambil mematikan puntung rokok di asbak, sekilas mataku melirik ke arah punggung wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang menghilang masuk kedalam kamarnya.

 

RUMAH PANGGUNG ini menurutku lumayan besar untuk ukuran rumah di tengah perkebunanan karet seperti ini, di rumah ini setidaknya ada empat kamar, satu kamar yang dindingnya berbatasan dengan ruang tamu, serta pintunya menghadap ke ruang tengah tempat kami makan malam tadi, di tempati oleh wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang di panggil “Emak” oleh Bono dan Dita.

Di sebelahnya adalah kamar Dita, yang pintu kamarnya juga menghadap ke ruang tengah, sementara di sebelah kamar Dita adalah dapur yang cukup besar, dengan kamar mandi yang juga berada di dalamnya, di sebelah dapur ada satu kamar kosong yang aku tidak tau punya siapa.

Kamar Bono Pintunya juga menghadap ke ruang tengah, persis di depan pintu dapur dan kamar kosong, Dinding kamar Bono langsung berbatasan dengan Ruang Tamu. Selain memiliki empat kamar, Rumah Panggung yang berlantai papan dari kayu-kayu pilihan ini memiliki satu ruang tamu yang tidak ada kursinya, hanya ada tikar pandan yang menjadi alas tempat kami duduk ngopi tadi.

 

**

AKU BERJALAN menuju dapur hendak ke kamar mandi, pada saat melewati kamar kosong yang pintunya persis di sebelah pintu dapur. Sekilas aku melihat pintu kamar itu sedikit terbuka, takut di bilang tidak sopan, aku terus berjalan menuju dapur, setelah mengambil pelita minyak tanah di atas meja. Aku langsung masuk ke dalam kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, rasa penasaran mengalahkan akal sehatku yang masih saja terus berdebat dengan diriku yang lainnya tentang masalah etika.

Aku mengintip dari celah gorden yang tersingkap di depan pintu kamar kosong. Diam-diam aku melongok ke dalam kamar yang hanya di terangi oleh pelita minyak tanah itu. Dari celah gorden, kulihat wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun itu kulihat sedang berdiri di depan cermin di dekat meja berukir yang terbuat dari kayu jati.

 

Aku terkejut, ketika tiba-tiba saja wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun itu membalikan badannya, sambil tersenyum kearahku, dia melambaikan tangan nya.

Entah kenapa, tiba-tiba saja nafsu birahiku tak terkendali melihat wanita berkulit sawo matang ini. Aku seperti sudah tidak perduli jika ada ada orang lain di rumah ini, saat ini aku betul–betul menginginkannya, nafasku berat. Aku tersengal-sengal sendiri menahan nafsu “birahi”ku yang sepertinya sudah mencapai ubun–ubun ini. Kudekati wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun, cukup lama kami berpanggutan, sampai akhirnya wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun ini menarik tangan ku menuju kasur tipis di sudut ruang kamar kosong ini.

 

***

AKU TERSENTAK, terbangun oleh suara petir yang tadi berbunyi keras sekali, kulihat Bono masih tertidur pulas di sampingku, aku tidak tau pukul berapa saat ini, karena memang aku tidak melihat ada jam di rumah ini. Cukup aneh juga menurutku, sepertinya mereka memang tidak terlalu perduli dengan waktu. Saat ini, aku merasa berada di dunia lain yang belum tersentuh oleh Waktu.

Di luar Rumah Panggung ini masih terdengar suara hujan, walau tak sederas sore tadi. Tapi sepertinya hari masih gelap. Aku beranjak bangkit, ku buka pintu kamar, sepi. Ku tatap pintu kamar kosong, tidak ada cahaya lampu dari dalam kamar yang terkunci. Tidak ada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun seperti yang tadi kulihat di dalam mimpiku tadi. Sepertinya, wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun dan Dita masih tertidur pulas di dalam kamarnya masing-masing.

Aku berjalan menuju dapur, mengambil kendi, menuangkan air ke dalam gelas, lalu meneguknya  sampai habis. Selanjutnya, aku berjalan menuju ruang tamu tempat kami ngobrol berempat malam tadi. Ku ambil sebatang rokok, ku selipkan di bibir, kubakar, kuhisap perlahan. Lalu ku hembuskan asapnya pelan-pelan.

Cukup lama aku sendirian di ruang tamu ini, terjaga di tengah malam seperti ini membuatku kesulitan untuk memejamkan kedua mataku kembali. Ku matikan rokok yang belum habis kuhisap, lalu ku masukan “puntung”nya ke dalam asbak. Aku berjalan menuju kamar Bono, ku perhatikan Bono masih tertidur pulas seperti tadi, ku rebahkan tubuh ku di samping kasur tipis yang di tiduri Bono.

 

PAGI INI aku bangun agak kesiangan, kulihat Bono sudah tidak ada di sampingku, aku segera beranjak bangkit dari tempat tidur, bergegas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, aku menuju teras depan, kulihat bono sedang menyeruput kopi di temani Rokok klembak menyan kesayangannya.

Kusapa Bono sebelum aku duduk di sampingnya, sambil tersenyum dia menawarkan minum dan goreng pisang di atas meja kayu yang berada tepat di depannya. Aku duduk, lalu mengambil Kendi yang berisi air putih di atas meja, lalu menuangkannya ke dalam gelas. dan meminumnya sampai habis.

“Enggak nyadap[ix] getah karet Bon?” tanya ku memulai percakapan pagi ini, “Enggak bang.”jawab Bono, kemudian meneruskan. ”Tadi malam hujan semalaman, dan pagi tadi baru berhenti, kurang bagus getahnya.” katanya lagi sambil mengunyah Goreng Pisang di tangannya.

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun datang menghampiri kami, sambil tersenyum dia meletakan segelas kopi di hadapanku, melihat wajahnya yang bersemu merah pagi ini, entah kenapa aku jadi ingat mimpi ku malam tadi, sedikit canggung, ku ambil kopi yang di tawarkannya barusan. Sruput..Ehm memang pas sekali rasa kopi ini di lidah ku.

“Gimana tidurnya malam tadi bang..?” tanya wanita berkulit sawo matang di depan ku ini sambil tersenyum manis ke arah ku.

Deg..hampir saja gelas kopi yang berada dalam genggaman ku terlepas jatuh. “Pulas mak..” jawabku sambil berusaha menghilangkan rasa kagetku barusan.

“Jadi berangkat pagi ini ke Dusun bang? ” Suara Bono menimpali percakapan kami, sambil melihat kearahku, belum sempat aku menjawab pertanyaan nya. Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun bicara.

”Tadi pakaian kotor abang yang tergantung di kamar mandi udah emak cuci sekalian“ katanya sambil melihat ke arahku, lalu melanjutkan.

“Tadi pagi abang masih tidur, pas emak mau menyuci pakaian, emak liat pakaian abang sudah kotor sekali, sudah berapa bulan nggak di cuci Bang?” katanya sambil tertawa kearahku.

“Iya mak, terima kasih. Baru setengah bulan.” jawabku berusaha mencandainya.

 

 “Berarti abang tidak jadi berangkat pagi ini” kata Bono sambil tersenyum melihat ke arahku.

“Iya”

Jawab ku sambil melihat ke arahnya.

“Mungkin besok kalau pakaian abang sudah kering” tambahku lagi, sambil melihat ke arah wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku.

 “Ya sudah pada sarapan sana,” kata Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun menyuruh bono sambil melihat ke arahku. “Iya mak,” jawab Bono.

“Kalau abang mau, siap sarapan kita ke ladang melihat tanaman kopi, kulihat abang suka sekali dengan kopi.” kata bono padaku. “Boleh.” jawabku senang, karena jujur saja aku memang menyukai segelas kopi murni yang di campur dengan susu tanpa gula.

 

**

SETELAH sarapan, aku ikut bono yang katanya akan menunjukan tanaman kopi di kebun nya, kami menyusuri batang-batang karet yang kata Bono termasuk jenis tanaman tahunan dan dapat tumbuh sampai umur 30 tahun, dengan tinggi tanaman bisa mencapai 15–20 meter.

Menurutnya modal utama dalam pengusahaan pengelolaan tanaman karet ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter dimana terdapat pembuluh latek, Oleh karena itu fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin.

Aku terus berjalan mengikutinya dari belakang, sambil mendengarkan cerita Bono tentang jenis tanaman ini. Tanaman karet ini menurutnya memiliki masa belum menghasilkan selama lima tahun (masa TBM 5 tahun) dan sudah mulai dapat di sadap pada awal tahun ke enam ini. Secara ekonomis tanaman karet ini dapat di sadap selama 15 sampai 20 tahun. 

Kami berhenti di pas di depan tanaman kopi yang di tanam di antara batang karet, jarak tanam nya antara satu batang dengan batang lain nya sedikit berbeda dengan batang-batang karet yang kami lalui tadi.

 

“Dalam tumpang sari, karet di tanam dengan jarak yang lebar dan luas. Tanpa tumpang sari karet di tanam 3 meter x 7 meter. Dengan tumpang sari paling tidak 3 meter x 8 meter atau 3 meter x 10 meter.“ kata Bono sambil menunjuk ke arah batang karet, lalu meneruskan ucapan-nya.

”jarak seperti ini akan membuat populasi karet agak sedikit, namun tidak akan mengurangi jumlah produksi karet. Hanya saja perlu penggunaan pupuk yang lebih optimal. Bahkan bisa membuat produksi karet menjadi tinggi, keuntungan nya adalah akan ada tambahan penghasilan dari kopi.” katanya berhenti sejenak, mengambil rokok klembak menyan dari kantung celananya, membakar-nya lalu meng”hisap”nya dalam-dalam. Sambil menghembuskan asap nya dari mulut dan hidungnya, dia kembali meneruskan.

”Saat ini biji kopi di luaran sana sekitar Rp.40 ribu perkilogram. Bila di tumpang sarikan satu hektar sekitar 200 populasi kopi. Satu kali panen bisa 100 kilogram, dalam satu tahun, bisa 4 kali panen. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan.” katanya lagi sambil melihat ke arahku yang sedang melihat-lihat biji kopi sambil mendengarkan penjelasannya.

Dia mengambil buah kopi yang menurutnya sudah matang, Kemudian melanjutkan pembicaraan-nya, “Ini adalah sumber bahan baku dari kopi yang abang minum pagi tadi,” katanya sambil menyerahkan biji kopi itu padaku, ku perhatikan biji kopi yang barusan di petik olehnya.

“Kopi adalah minuman hasil seduhan biji kopi yang telah di sangrai dan di haluskan menjadi bubuk. Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang di budidayakan lebih dari 50 Negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea Arabica).

Kopi yang abang minum tadi pagi itu sudah melalui proses panjang, mulai dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun dengan tangan, kemudian di lakukan pemrosesan biji kopi gelondong dan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangrai dengan tingkat derajat  yang bervariasi. Setelah penyangraian, biji kopi di giling atau di haluskan menjadi bubuk kopi sebelum dapat di minum.

Kata kopi sendiri awalnya berasal dari Bahasa Arab, qahwah yang artinya kekuatan, karena pada awalnya kopi di gunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahweh yang berasal daribahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam Bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera di serap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang di kenal saat ini.Aku cuma diam mendengar semua penjelasan nya barusan, tak menyangka bahwa wawasan Bono seluas ini. Melihat kecerdasan Bono, aku jadi ingat “Emak” nya, ingat emaknya, ku jadi senyum-senyum sendiri, ingat dengan mimpiku tadi malam.

“TADI kata Bono abang mau ngurut?” tanya wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku ini.

“Iya mak, tadi saya tergelincir pas menyeberang titian[x]. Mungkin kaki dan tangan saya agak terkilir. ” jawabku.  

“Ya sudah, habiskan dulu kopinya, biar mak menyiapkan minyak urut sama bereskan ruangan tempat ngurut-nya dulu.” kata wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini sambil beranjak dari tempat duduknya, di ikuti Dita dari belakang. “Iya mak.” Jawabku sambil menatap punggung wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang menghilang masuk kedalam kamarnya.

“Ngurutnya di kamar ini Bang..” terdengar suara wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun dari depan kamar kosong. Kuperhatikan Bono sudah tertidur pulas, terdengar dari suara dengkurannya yang mulai teratur.

”Bawa sarung nggak Bang? Kalau enggak disini ada sarung.” Suaranya kembali mengagetkanku.

”Iya mak,” jawabku sambil berjalan menuju kamar di mana wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun itu berada.

 

Kuperhatikan isi kamar, ada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di dekat meja berukir yang terbuat dari kayu jati, satu kursi yang juga di penuhi ukiran serta ada cermin besar di atas meja mengarah ke arah kasur tipis di sudut ruangan.

 

“Kalau enggak bawa kain sarung, pakai saja sarung itu,”

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun menunjuk kain sarung di atas kasur tipis di sudut ruangan yang kulihat barusan. Lalu kembali meneruskan menuangkan minyak urut ke dalam wadah di atas meja.

 

**

SEGERA ku pakai kain sarung yang di tunjuk oleh wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun itu barusan. Ku rebahkan tubuhku di atas kasur tipis, badanku pegal–pegal semua, sedikit terasa ngilu di kaki dan tanganku akibat terjatuh siang tadi, mudah–mudahan tidak sampai terkilir.

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun mendekatiku, duduk di sampingku, lalu memintaku untuk tengkurap, aku cuma bisa  meringis menahan sakit, ketika wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini mulai mengurut kaki ku yang terkilir siang tadi.

Pelan–pelan aku mulai merasa nyaman, ternyata memang benar. Wanita berkerudung bergo panjang merah marun ini pintar ngurut, kaki, pinggang, dan punggung serta tangan kiri yang tadi agak nyeri karena terkilir berangsur mulai membaik dan terasa enak, mungkin aliran darahnya sudah kembali lancar.

 

 “Balik badan bang..”

Suara wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di sampingku memecah kesunyian. Aku segera membalikan badan, telentang, seperti tadi wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun kembali mengurut kaki ku. satu persatu, ujung–ujung jari kaki ku bergemeletukan di tariknya.

 

“Emak belajar ngurut dari siapa mak?” tanyaku.

”Emang kenapa.?”

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini balik bertanya padaku.

“Enak mak, ilmu turunan apa memang belajar, sebab yang saya tau ada tukang urut yang memang turunan dari orang tuanya, ada juga yang memang kusus belajar mengurut sama orang lain.” jawabku.

“Bapak Bono yang menurunkan sama emak..” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini sambil terus mengurut kedua pahaku.

 

Kuperhatikan wajah wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di hadapanku ini, pasti dulu waktu mudanya banyak lelaki yang naksir fikirku, sambil terus memperhatikan wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang terus memijat perut hingga ke dadaku.

 

Fikiranku mulai nakal, di dalam kamar yang hanya di terangi oleh pelita minyak tanah. Melihat sepasang payudara milik wanita berkulit sawo matang yang terlihat membusung dari balik kerudung, serta lekuk tubuhnya yang terlihat membayang di balik kerudung bergo panjang warna merah marun yang dikenakannya itu. Membuat naluri hewan yang berada di dalam diriku berontak, menjadi liar dan beringas tak terkendali.

Binatang jalang ini, mencabik–cabik seluruh tubuhku, berusaha mencari jalan keluar dari dalam diriku, kedua mataku menjadi liar, merayap ke sekujur tubuh wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku ini. Saat ini, dia tengah jongkok mengangkangi kedua kakiku, dan pada saat yang sama, aku jug merasakan ada benda hangat yang lembut dan kenyal menyentuh pahaku ini.

Diluar rumah terdengar suara air hujan mulai turun. Walau tak sederas malam kemarin, nafas ku agak tersengal dan memburu, binatang jalang di dalam diriku, dengan kuku- kuku tajamnya, berusaha merobek kulit dadaku.

 

“Bapak dulu Tukang urut juga mak..?” tanyaku, tak perduli pada tatapan matanya yang melihat aneh ke arahku.

“Bukan, bapak dulu dukun Harimau, tapi kalau ada yang membutuhkan, bapak juga bisa mengurut dan mengobati berbagai macam jenis penyakit, seperti mengobati orang yang kesurupan, mengusir setan dan jin jahat yang suka mengganggu anak-anak.” katanya lagi.

“JADI bapak dulu dukun Harimau mak.?” tanyaku sekali lagi.

“Iya..” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini singkat.

“Bisa berubah jadi harimau juga mak..?’ tanyaku penasaran.

“Iya..” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini lagi.

 

 “Jadi bapak dulu menurunkan ilmu itu sama emak, berarti Emak bisa berubah menjadi harimau juga seperti bapak?” tanyaku lagi pada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang hanya diam tak menjawab di atas tubuhku ini.

                          

Saat ini birahiku benar–benar  sudah memuncak, melihat wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun ini, aku seperti sudah tidak perduli jika ada ada orang lain di rumah ini selain kami berdua, saat ini aku betul–betul menginginkan nya, nafasku berat dan tersengal-sengal menahan nafsu birahi sendiri. Seperti tau apa yang ada di dalam fikiranku, wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini menatap tajam ke arah bola mataku, mata kami beradu pandang, dan tiba-tiba.

 

“Duar…”

 

Suara petir di luar rumah membuyarkan bayangan yang muncul di kedua pelupuk mataku barusan, masih dengan nafas sedikit memburu, dan tersengal. Kulihat wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini memalingkan wajahnya ke tempat lain, wajahnya memerah, aku tak perduli.

 ”Ajarkan saya mak..” pintaku pada wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun yang kembali menatap tajam kearahku.

“Makkk..”

Suaraku bergetar. Birahiku memuncak, bayangan mimpi semalam kembali muncul.

“Ilmu itu hanya bisa dimiliki dan di gunakan oleh orang yang memang benar–benar berjodoh dengan ilmu tersebut, ilmu itu di turun kan secara turun temurun, jika pemiliknya sudah meninggal maka Harimau Ghaib itu akan pergi dengan sendirinya. meninggalkan pemiliknya tersebut, kembali ke Alam Ghaib sampai nanti ada lagi anak manusia yang akan berjodoh dengannya, kecuali..”

Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini tidak menerus kan ucapan nya.

 

“Kecuali apa Mak?” tanyaku penasaran pada wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun di depan ku ini.

Setelah ku tunggu sekian lama dan tetap tidak ada jawaban darinya, aku kembali berucap.  “Aku ingin ilmu itu mak..” pintaku setengah memaksa.

 

ENTAH kenapa saat ini aku begitu berani terhadap wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku ini, dorongan nafsu birahi yang saat ini tengah menguasi diriku, sepertinya sudah mengalahkan akal sehatku. Aku seperti lupa dengan semua cerita pemilik sampan yang ku naiki sebelum sampai ke tempat ini, yang menurutnya. Selain ada harimau asli di sini, menurut kepercayaan orang–orang tua-nya dulu. Tempat ini adalah tempat tinggal para siluman Harimau[xi].

Saat ini aku bahkan tidak perduli lagi jika seandainya wanita di hadapanku ini berubah menjadi harimau lalu mencabik–cabik sekujur tubuhku. Mataku terus terus menatap liar wajahnya yang bersemu merah, merayap turun ke bawah, menikmati setiap lekukan tubuh di balik kerudung bergo panjang warna merah marun yang di kenakan nya, sedikit nakal ku gerakan pahaku, agar bisa lebih menyentuh “kewanitaan”nya yang sedari tadi terasa hangat menindih kedua pahaku.

Kain celana hitam tipis yang dikenakannya, tak cukup kuat menahan serangan bertubi-tubi nafsu birahiku yang terus bergerak liar, merayap masuk lalu mengobrak–abrik jantung pertahanan iman-nya. tubuhnya bergetar hebat menahan gejolak birahi yang mulai menguasai nya saat ini.

 

“Berat saratnya bang, bukan seperti ilmu lainnya yang bisa di pelajari semua orang, taruhan-nya nyawa, jika abang tidak berjodoh dengan ilmu itu maka abang akan mati mengenaskan, dengan tubuh tercabik–cabik oleh cakaran dan gigitan Harimau.” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini, suaranya mendesah serak, berusaha menahan gejolak birahi nya sendiri.

”Aku tidak perduli mak, apa syaratnya? ” tanyaku sedikit memaksa.

Setelah cukup lama diam tak bersuara, akhirnya dia membuka mulutnya.

”Jika pemilik ilmu itu adalah seorang wanita, maka abang harus menyetubuhinya.” jawab wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini lirih, mukanya memerah, suaranya serak nyaris tak terdengar.

 

**

BINATANG JALANG yang sedari tadi berusaha keluar dari dalam diriku berhasil merobek kulit “dada”ku, sambil meraung keras dia melompat, lalu menerkam wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di atas ku, taring tajam nya berhasil menggigit lehernya, wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun ini diam terpaku, matanya mendelik, melihat binatang jalang itu sudah siap untuk mencabik–cabik seluruh tubuhnya.

Mata kami beradu pandang, wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun itu memahami betul apa keinginanku saat ini. “Bangg…” Wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini merintih serak, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. ”Emak takut bang.. Seandainya abang tidak berjodoh dengan ilmu itu, tubuh abang akan tercabik- cabik oleh cakaran dan gigitan harimau..” aku tak menjawab, nafasku memburu. Aku tidak memperdulikan ucapan nya.

“Sekalipun nanti ternyata aku akan mati dengan tubuh tercabik–cabik oleh cakaran dan gigitan emak yang sudah berubah menjadi harimau, aku iklas..” kataku setengah berbisik di telinganya. Aku semakin liar. Wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur itu mencoba berontak, berusaha melepaskan diri.

 

“Lepaskan emak Bang.” kata wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur dengan suara serak.

“Kulepaskan tapi mak harus janji menurunkan ilmu itu pada ku,” jawabku, setengah memaksa, sebelum melepaskannya.

“Iya emak janji..”

Akhirnya pelan–pelan ku lepaskan pelukanku pada tubuh wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini.

“Sebelum kita melakukan ritual Pernikahan ghaib ini abang harus berjanji sama emak, sekarang atau tidak sama sekali.” tiba-tiba nada suara wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur berubah jadi tegas.

“Iya mak..” jawabku.

”Abang harus berjanji bahwa abang tidak akan menggunakan ilmu ini untuk kejahatan, atau mencelakai orang yang tidak bersalah. Harimau ghaib ini akan bersama abang, baik dalam suka dan duka selama dunia, kelak setelah abang meninggal dia akan pergi meninggalkan abang dan kembali ke alam ghaib.” kata wanita berkulit sawo matang ini, lalu kembali melanjutkan ucapannya,

“Semua dosa yang abang lakukan selama di dunia ini menjadi tanggung jawab abang sendiri, atas izin Tuhan Yang Maha Esa serta di saksikan para penghuni alam ghaib yang berada di langit dan di bumi malam ini, apakah abang bersedia menikahi emak.? ”Wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini bertanya sambil menatap mataku.

“Saya bersedia mak.” jawabku yakin. Kemudian wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini kembali melanjutkan ucapannya.

 “Pernikahan ghaib ini akan mengikat antara abang dan emak selama abang masih hidup di dunia ini, jika abang melanggar perjanjian ini maka segala akibatnya akan kembali kepada abang, apakah abang bersedia ? “Iya mak, saya bersedia..” jawabku yakin.

 

Sambil komat–kamit membaca sesuatu, wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini memutarkan asap gaharu  ke sekujur tubuhku, dan ketubuh nya sendiri, tubuh kami tertutup asap yang mengeluarkan aroma wangi khas gaharu.

Mataku nanar dan seperti hilang kesimbangan, aku oyong, sebelum terjatuh kelantai, wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur ini menangkap tubuhku. selanjutnya aku sudah tidak sadarkan diri.

 

SEMUA PROSES PERNIKAHAN berlangsung begitu cepat, saat ini aku tengah duduk di atas pelaminan, mengenakan baju pengantin, bersanding dengan seorang wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil di kepalanya. Wajahnya begitu mirip dengan wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun, hanya saja wanita ini masih muda, usianya sekitar 27 tahun.

Wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan Mahkota kecil di kepalanya ini mengajakku turun dari kursi pelaminan. Meninggalkan kemeriahan pesta pernikanan kami, perlahan dia membawaku berjalan menuju kamar pengantin, membuka pintu kamar, lalu menarikku masuk ke dalam kamar. Dan tiba--tiba saja kami sudah berada di dalam kamar tempat di mana Wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun ini tadi membakar Damar wangi.

Aroma khas wangi gaharu masih tercium santar, Wanita cantik yang mengenakan Kebaya Pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan Mahkota kecil di kepalanya yang baru saja kunikahi ini memelukku, ku balas pelukan nya. Kulumat bibir nya, cukup lama kami berpelukan sampai tiba-tiba wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil dikepalanya ini berubah menjadi wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur yang tadi mengurutku. Secara reflek aku melepaskan pelukanku ketubuhnya.

"Kenapa? Abang kecewa karena perempuan cantik tadi berubah jadi jelek kayak emak ini.?" katanya sambil tersenyum menatap mataku, ketika tadi tiba-tiba aku melepaskan pelukanku karena kaget. tidak ku jawab, tapi aku langsung menariknya kembali, ku peluk erat. Sambil berbisik di telinga nya.

"Kenapa harus kecewa? Emak tau nggak, apa yang ku fikirkan waktu pertama kali bertemu emak, pas membawakan kopi kemarin?" tanya ku balik pada wanita yang masih berada di dalam dekapan ku ini.

"Apa yang abang fikirkan" Jawabnya, sambil menatap mataku. " Jujur saja, pada saat pertama kali melihat emak kemarin, aku begitu menginginkan ini" kata ku sambil meraba “itu” nya, lalu ter tawa lepas.Tangan nya langsung bergerak mencubit perut ku, lalu setengah berbisik, dia berkata di telingaku.

"Dasar mesum.." katanya lagi sambil tertawa. "Tapi emak suka kan..?" jawab ku balik menggoda-nya. Dia hanya diam, muka nya bersemu merah, semerah kerudung bergo panjang warna merah marun yang di kenakannya.

 

SEEKOR HARIMAU SUMATERA telah menewaskan dua orang warga di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau, tepatnya berada di dalam konsesi PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) yang sebelumnya di sebut dengan PT Multi Gambut Industri (MGI)[xiii]. Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA masih berupaya menangkap hewan yang di lindungi tersebut.

BERITA YANG KUBACA dari salah satu media ini mengingatkanku akan kejadian beberapa waktu yang lalu, ketika berada di Desa Pulau Muda Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Aku terjaga di tengah kerumunan orang-orang yang sebagian tidak kukenal, mataku menyapu sekeliling ruangan, menangkap satu wajah yang sudah tidak asing lagi buatku. Asril, teman ku yang asli orang sini tersenyum, lalu mendekat ke arahku. "Abang dah siuman" katanya senang sambil mendekat dan melihat ke arahku.

"Siuman?"

Aku cuma membatin, ingin bertanya lebih jauh, tapi aku merasa, saat ini tubuhku lemas sekali, bahkan untuk menggerakan mulut pun terasa berat sekali.

"Jangan banyak gerak dulu," kata seorang lelaki tua yang datang membawa mangkuk yang berisi air, duduk bersila disampingku, mulutnya komat-kamit membaca sesuatu, selanjutnya kulihat dia mulai memotong-motong jeruk purut lalu memasukannya ke dalam mangkuk yang di bawanya.

 

Lelaki tua yang mengenakan ikat kepala dan pakaian serba hitam ini memercikan air dari dalam mangkuk yang berisi irisan jeruk purut ke sekujur tubuh dan pakaianku, membasahi telapak tangan-nya dengan air dari dalam mangkuk, lalu membasuhkan ke wajah dan ke kedua kakiku. Masih dalam keadaan lemas dan belum tau apa yang sedang terjadi saat ini, aku cuma diam, terbaring pasrah, melihat lelaki tua yang kuperkirakan berusia sekitar 65 tahun lebih itu mulai “mengasapi” seluruh tubuhku dengan asap rokok yang mengeluarkan aroma kemenyan.

 

"Temanmu “Tesapo” Siluman Harimau." ku dengar suara lelaki tua itu berbicara kepada Asril menggunakan bahasa kampung waktu itu. Menurut Asril Pak Jumadi adalah seorang Dukun[xiv] yang cukup terkenal dikampungnya.

Menurut Asril, waktu itu aku pingsan, dan tidak jauh dari tempat mereka menemukanku, mereka juga menemukan ada banyak jejak Harimau, mereka fikir saat itu aku telah meninggal dunia karena di terkam oleh Harimau. Aku ingat, saat itu aku, Asril dan beberapa orang dusun pergi memancing ikan di salah satu kanal milik PT. Arara Abadi -- Pulau Muda. Selanjutnya setelah menemukan lokasi memancing yang menurut kami pas, maka kami pun menambatkan sampan, selanjutnya kami berpisah dengan membawa pancing, umpan dan bekal kopi masing-masing.

 

Menurut Asril mereka mencariku karena hingga sore hari aku belum kembali ketempat sampan yang kami tumpangi tadi. Aku tidak ingat persis semua kejadian yang kualami saat itu, hanya saja saat itu aku merasa sedang berada di kebun karet, bersama Wanita Berkerudung Bergo Panjang Merah Marun dan dua anaknya.

Jujur saja, kejadian waktu itu telah berhasil merubah pola fikirku selama ini, lima tahun lamanya aku menduduki posisi Asisten Manager di salah satu perusahaan perkebunan kelapa Sawit.

Dan wanita berkerudung bergo panjang merah marun yang begitu hidup di alam imajinasiku, lambat laun mulai merubah kepribadianku, ku tinggalkan pekerjaan beserta semua fasilitas yang kudapatkan saat itu. Saat ini aku begitu menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan harimau. Entah sudah berapa banyak literatur tentang Harimau Sumatera dan segala sesuatu yang berhungan dengan Legenda Manusia Harimau telah kubaca.

 

 *

AKU TERUS BERJALAN, membelah rimba raya yang saat ini telah berganti nama menjadi pemukiman dan perkebunan, di antara batang-batang kelapa sawit yang menjulang tinggi, di banyak kampung dan dusun-dusun yang baru singgahi. Aku terus bertanya dimana wanita berkerudung bergo panjang merah marun dan dua anaknya itu berada.

 

Aku tak lagi memperdulikan tatapan mata orang-orang yang melihat aneh ke arahku. Ditengah ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan.

Di tengah habitatnya yang semakin sempit dan berkurang, aku seperti melihat wanita berkerudung bergo panjang merah marun menatap sayu ke arahku. Dan dari mata wanita berkerudung bergo panjang merah marun itu, aku seperti melihat Harimau Sumatera memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan seringkali mereka membunuh atau dibunuh hingga ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.

Kelemahan tata kelola hutan dalam banyak kasus adalah karena penegakan hukum yang lemah, termasuk terjadinya tumpang tindih atau ketidak jelasan aturan yang ada, kemampuan teknis dan peta yang akurat, kurangnya transparansi publik dan korupsi.

 

DAN MENURUTKU, ini bukan soal pohon terakhir yang ditebang. Tapi ini soal pesan yang harus di sampaikan. Semoga kedepannya, tata kelola hutan dan lahan mengacu pada proses, mekanisme, aturan dan lembaga untuk memutuskan bagaimana hutan, tanah dan sumber daya alam itu dapat di manfaatkan.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau. Dan menurutku, Fatwa Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem itu sangat pas dengan kondisi bangsa ini. karena aku percaya, bahwa keberadaan makhluk hidup dengan segala fungsinya itu adalah salah satu cara Tuhan memberi petunjuk akan kekuasaan-Nya. Dan keterlibatan seluruh pihak, menurutku, sangatlah penting dan diperlukan guna melestarikan, dan menjaga keseimbangan ekosistem yang ada.

 

Selesai

Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan nama, tokoh ataupun cerita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Ubah Ikuti Blog


Silahkan berlangganan untuk membaca Konten Premium, Kami mengemas berita dengan gaya bercerita

Konten Premium adalah salah satu jenis artikel pilihan yang tersedia di warkasa1919.com. Semua artikel yang dikunci dapat di akses cukup dengan menggunakan nomor ID langganan.

Artikel biasa adalah konten yang bisa diakses oleh semua pengunjung warkasa1919.com. Konten Premium adalah konten yang dapat diakses dengan sistem berlangganan pada situs dalam jaringan (online). Konten Premium disajikan dengan artikel yang lebih mendalam.

Cukup   daftar di sini lalu dapatkan kode unik setelah melakukan pembayaran.

  • Dengan berlangganan Konten Premium, Anda mendapatkan semua berita dan informasi yang tidak disajikan pada konten biasa.
  • Dengan berlangganan Konten Premium, berarti Anda turut membantu keberlangsungan blog ini.  juga mendukung keberlangsungan informasi yang akan menjadi sumber kepercayaan diri ketika membuat keputusan.
  • Untuk benefit-benefit sebesar itu, harga berlangganan Konten Premium tergolong murah dan sangat bermanfaat.

 Untuk transaksi berlangganan Konten Premium dapat memilih Metode Pembayaran

Cukup masukan kode unik, Konten Premium bisa diakses melalui berbagai perangkat digital, seperti telepon pintar (smartphone), komputer genggam tablet, laptop, atau komputer meja (desktop).

Ketentuan Umum

  1. Dengan memakai produk artikel berbayar ini berarti Anda setuju untuk terikat dan patuh pada syarat dan ketentuan yang berlaku.
  2. Syarat dan ketentuan ini dapat berubah sewaktu-waktu dan Kami tidak berkewajiban untuk memberitahukannya kepada Anda.
  3. Syarat dan ketentuan ini dibuat untuk kepentingan bersama, untuk menjaga hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan tidak dimaksudkan untuk merugikan salah satu pihak.

Dukungan

  1. Pelayanan support hanya melalui WhatsApp 
  2. Support hanya berlaku dengan syarat dan ketentuan 
  3. Tidak ada jaminan support gratis akan selalui diberikan. Namun begitu, Anda tidak perlu khawatir. Selama Kami masih online, setiap chatt yang masuk akan selalu diusahakan untuk dibalas.

Pemesanan dan Pembatalan

  1. Semua yang sudah dipesan/beli tidak bisa dikembalikan untuk alasan apapun.

Pembayaran

  1. Mata uang yang dipakai untuk pembayaran adalah Rupiah (IDR).
  2. Pembayaran bisa melalui ATM, internet banking, mobile banking, setoran tunai, maupun transfer antarbank ke rekening bank yang telah kami informasikan kepada Anda.
  3. Pembayaran dianggap lunas jika uang telah kami terima sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkan. Segera lakukan konfirmasi kepada kami melalui fitur Konfirmasi Pembayaran yang tersedia di Warkasa1919.com atau melalui telepon/WA/email.
  4. Bank : BNI No Rek : 0223432494 A/N : Warkasa. 
  5. Kirim bukti transfer pembayaran  dan informasi pemesanan ke WhatsApp

Artikel Konten Premium dapat di share link-nya, tetapi bagi yang belum berlangganan hanya bisa membaca sebagian kontennya.

Pilih Layanan Kami

Nikmati akses tanpa batas dan mari bergabung bersama Warkasa1919.com

  • Artikel Premium

  • Jasa

  • Buku

Pesan Sekarang