Prolog
Di dunia modern yang penuh hiruk pikuk, ada seorang wanita bernama Carla. Meski dikelilingi cahaya kota, hatinya terasa sepi. Ia menulis, ia berjalan, ia bekerja, namun kesendirian selalu mengintai di sela-sela malamnya.
Ia sering bertanya dalam hati:
“Apakah ia benar-benar ditakdirkan untukku? Seseorang yang sekian lama ini telah mengisi ruang kosong di hati ini?”
Semesta ternyata mendengar.
Masih memakai payung warna merah yang sama, dalam sendu, Carla terus berjalan, menyusuri trotoar jalanan, walau ragu, tapi ia terus berjalan, ingin melihat tempat dimana dahulu ia pertamakali bertemu dengan lelaki masa depan, lelaki yang telah mengisi ruang hatinya dan juga meninggalkan goresan luka, rindu yang teramat dalam, luka yang begitu membekas, kehilangan orang yang begitu di cintainya.
Malam itu, hujan masih turun pelan, tetesan air terlihat jelas di jendela-jendela kaca kota yang tak pernah benar-benar tidur.
Seorang lelaki muda terlihat sedang berdiri di sudut jalan, basah kuyup namun tak bergeming.
Bagian ini terkunci. Masukkan password untuk membaca selengkapnya.
Cinta yang Melawan Waktu
Sebuah Kisah Romantis tentang Carla dan Arka
Pertemuan Wanita Sepi dengan Cinta Sejati dari Masa Depan
Bab 1 – Sepi yang Menyiksa
Carla, seorang wanita muda dengan tatapan mata yang selalu tampak kosong, terbiasa menjalani hari-harinya dalam kesendirian. Baginya, dunia ini terasa begitu sunyi meski sebenarnya ia berada di tempat yang penuh dengan keramaian.
Setiap malam, ia duduk di balkon rumahnya, sendirian, menatap bintang-bintang. Jauh di dasar lubuk hatinya yang paling dalam, terselip sebuah harapan, berharap bintang jatuh yang sesekali terlihat di atas langit sana adalah kedatangan orang yang selama ini begitu ia rindukan kehadirannya.
"Andai saja ia bisa kembali... mungkin aku tak akan merasa seterasing ini," bisik Carla lirih, matanya terlihat sendu menatap bintang- bintang di kejauhan.
Bab 2 – Lelaki dari Cahaya
Suatu malam, ketika hujan belum reda, entah kenapa seperti ada sesuatu di dalam diri Carla, yang seolah memintanya untuk pergi berjalan-jalan menyusuri sudut kota. Tempat dimana dahulu ia pertamakali bertemu Arka.
Masih memakai payung warna merah yang sama, dalam sendu, Carla terus berjalan, menyusuri trotoar jalanan, walau ragu tapi ia terus berjalan, ingin melihat tempat dimana dahulu ia pertamakali bertemu dengan lelaki masa depan, lelaki yang telah mengisi ruang hatinya dan juga meninggalkan goresan luka, rindu yang teramat dalam, luka yang begitu membekas, kehilangan orang yang begitu di cintainya.
Malam itu, hujan masih turun pelan, Carla terus berjalan, di sudut jalan, terlihat seorang lelaki muda, berdiri sendirian, seperti tengah menunggu seseorang, tubuhnya basah kuyup, namun tak bergeming.
Sesaat, kedua mata mereka saling bertatapan, ada getaran rindu yang sulit di ungkapkan dengan kata-kata.
"Arka!" desis Carla, masih seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihat oleh kedua matanya.
Di sudut jalan trotoar, di bawah tetesan air yang terlihat jelas di jendela-jendela kaca kota yang tak pernah benar-benar tidur. Dua orang yang pernah dipisahkan oleh ruang dan waktu, kembali bertemu dalam peluk hangat kerinduan.
Bab 3 – Dialog Dua Hati
Di trotoar jalanan, Arka berdiri di depan Carla, keduanya kadang terdiam sejenak, sebelum saling tatap. Ada binar mata seperti tak percaya dari kedua bola mata Carla. Ada kerinduan yang sulit dia ungkapkan dengan kata-kata.
"Kenapa kau kembali?" tanya Carla.
Arka berkata pelan sambil menatap mata Carla,
“Selama ini kau merasa sendirian, bukan? Menatap bintang jatuh di langit dan berharap bahwa itu adalah aku yang datang kembali ke tempat ini untukmu. Aku tahu. Aku melihatnya. Di masa depan, aku selalu memperhatikanmu lewat ruang waktu dan aku telah jatuh cinta padamu, aku tidak bisa membohongi diriku, Carla, ternyata aku benar-benar mencintaimu.”
Air mata Carla jatuh begitu saja.
“Aku juga begitu mencintaimu..” katanya pelan dengan suara bergetar.
Arka menatapnya dengan lembut.
“Hanya kamu yang mampu menuntunku kembali ke tempat ini. Kamu adalah rumah bagi jiwaku.”
Kalimat itu menusuk hati Carla, bukan karena sakit, tapi karena kata-kata yang baru keluar dari mulut Arka terasa begitu indah dan tulus.
Bab 4 – Kehadiran yang Menyembuhkan
Sejak malam itu mereka berbicara tentang banyak hal: mimpi, luka, harapan, dan masa depan.
Carla yang biasanya diam, kini kembali ceria, ia merasa begitu nyaman berada di dekat Arka. Ia merasa bahwa kehidupannya kini terasa ada semangat baru.
Kehadiran Arka seperti obat bagi luka batin yang sekian lama ia pendam seorang diri.
Di suatu malam yang penuh kehangatan, Arka memeluk erat tubuh Carla dan berbisik di telinganya,
“Cinta sejati bukanlah tentang siapa yang datang lebih dulu, tapi siapa yang datang tepat ketika kita paling membutuhkannya. Dan aku telah memilihmu… dalam setiap masa.”
Carla hanya bisa terisak bahagia.
“Tuhan, jika ini hanya mimpi… aku tak ingin terbangun lagi.”
Bab 5 – Cinta yang Melampaui Waktu
Namun kebersamaan itu tak selamanya mudah. Arka berasal dari masa depan, dan ia tak bisa tinggal selamanya di masa kini.
Carla memeluk tubuh Arka, erat.
“Aku tak ingin kehilanganmu lagi, Arka.”
Arka tersenyum sambil menyeka air mata Carla.
“Kau tak akan pernah kehilanganku lagi. Karena cintaku melampaui ruang dan waktu. Jika aku harus kembali ke masa depan, itu hanya berarti aku menunggumu di sana.”
Carla menangis sambil terus membenamkan wajahnya di dada Arka. Hatinya bergetar, tapi kali ini bukan karena sepi—melainkan karena cinta yang begitu dalam.
Bab 6 – Penutup: Janji di Bawah Bintang
Malam terakhir sebelum Arka kembali, Carla kembali menyuguhkan secangkir kopi susu kesukaan Arka, sambil menatap langit penuh bintang dari kaca jendela kamar, mereka reguk rasa dan aroma kopi hangat penuh rasa.
“Janji padaku,” kata Carla dengan suara bergetar.
“Bahwa kita akan bertemu lagi, entah di masa ini, atau di masa depan.”
Arka menatapnya dalam-dalam, lalu mengecup keningnya dengan lembut.
“Carla… cintaku padamu abadi. Semesta sendiri yang akan selalu mempertemukan kita nanti.”
Dan saat cahaya biru kembali menyelimuti tubuh Arka.
Clara berdiri, beranjak dari tempat tidurnya, sendiri, menatap cermin besar meja rias di depannya. Clara menggigit bibir tebal mungil miliknya, saat kembali mengingat ucapan Arka, "Aku selalu menyukai aroma dan rasa nya, berjanjilah padaku, bahwa itu hanya milikku." Tanpa sadar Carla berkata lirih,"Iya aku janji, Arka." sesaat dia menatap seisi kamarnya dari dalam cermin besar di hadapannya, kamar tidurnya yang bernuansa putih, sprei kasur yang masih berantakan, pintu kamar mandi di sudut kamar tidurnya, juga selimut tebal dimana tidak lagi ada Arka di dalamnya.
mata nya sedikit berkaca-kaca saat kembali menyadari bahwa
kamar ini telah kosong kembali seperti sebelum kedatangan Arka ke tempat ini, namun kini Carla tahu… hatinya tak lagi sendirian. Karena cinta sejatinya akan selalu menunggu—bahkan di masa depan nanti.
Episode 3 – Antara Dunia dan Cinta
Bab 1 – Kehidupan Baru di Masa Depan
Carla kini hidup di masa depan bersama Arka. Segalanya tampak indah: kota bercahaya, teknologi canggih, dan dunia yang terasa seribu tahun lebih maju dari zamannya.
Namun, meski hatinya bahagia, Carla merasakan sesuatu yang aneh. Arka sering terlihat gelisah, seolah menyembunyikan beban besar yang tak sanggup ia ceritakan.
Bab 2 – Rahasia yang Terungkap
Suatu malam, ketika langit masa depan dipenuhi cahaya neon, Arka akhirnya membuka suara.
“Carla… aku harus jujur padamu. Dunia masa depan ini sedang berada di ambang kehancuran. Ada perang yang akan datang, dan aku… aku adalah salah satu yang harus memimpinnya.”
Carla menatapnya tak percaya.
“Perang? Tapi kenapa? Bukankah dunia ini tampak damai?”
Arka menunduk, menggenggam tangannya erat.
“Damai yang kau lihat hanyalah permukaan. Di baliknya, ada kekacauan. Dan aku harus memilih: menyelamatkan dunia… atau mempertahankanmu di sisiku.”
Bab 3 – Luka dalam Cinta
Hati Carla remuk. Ia baru saja menemukan cinta sejatinya, tapi kini harus dihadapkan pada pilihan yang bisa memisahkan mereka selamanya.
Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.
“Kenapa harus aku yang selalu diuji dengan kehilangan?” bisiknya pilu.
Arka menghapus air matanya dengan lembut.
“Bukan kehilangan, Carla. Cinta sejati kita sedang diuji. Jika aku bisa menyelamatkan dunia ini, maka kita bisa memiliki masa depan yang benar-benar damai.”
Bab 4 – Janji di Tengah Perang
Hari-hari berikutnya penuh dengan persiapan. Arka sibuk dengan misi besar, sementara Carla berusaha menguatkan dirinya.
Di sebuah malam sunyi, Arka berlutut di hadapan Carla dan berjanji:
“Jika aku harus bertarung, maka aku bertarung dengan satu alasan: agar bisa kembali padamu. Tidak ada kemenangan, tidak ada masa depan, tanpa cintamu di sisiku.”
Carla menangis, lalu memeluknya erat.
“Aku akan menunggumu… meski dunia runtuh sekalipun.”
Bab 5 – Pertempuran yang Menentukan
Saat fajar menyingsing, langit masa depan bergemuruh. Perang besar pun dimulai. Ledakan cahaya menghiasi udara, dan kota yang semula indah berubah menjadi medan pertempuran.
Carla hanya bisa berdoa dari kejauhan, hatinya terus bergetar setiap kali mendengar dentuman perang.
“Arka… bertahanlah. Jangan biarkan cintaku hilang begitu saja.”
Bab 6 – Antara Dunia dan Cinta
Di puncak pertempuran, Arka harus membuat keputusan: menyalakan senjata besar yang bisa menyelamatkan dunia, namun dengan resiko nyawanya sendiri.
Dalam detik terakhir, wajah Carla terbayang di matanya. Senyumnya, tangisnya, semua rasa cinta yang mereka bagi.
Ia berbisik pada dirinya sendiri:
“Jika cinta sejati memang tak bisa dihancurkan waktu… maka meski aku jatuh, aku akan selalu kembali padamu, Carla.”
Cahaya besar pun meledak, memenuhi seluruh langit masa depan.
Penutup Episode 3
Carla berlari ke arah cahaya, berteriak sekuat tenaga.
“Arka!!! Jangan tinggalkan aku!!!”
Namun hanya keheningan yang tersisa… dan air mata yang jatuh tanpa henti.
Di tengah kehancuran itu, Carla sadar: cinta sejatinya kini berada di ambang kehilangan, dan ia harus menemukan cara lain untuk menyelamatkannya.
Episode 4 – Menembus Waktu Demi Cinta
Bab 1 – Dunia yang Hancur
Ledakan besar yang dipicu oleh Arka telah menyelamatkan dunia masa depan, namun meninggalkan luka yang tak tergantikan di hati Carla.
Di hadapannya, kota perlahan kembali damai… tapi sosok yang paling dicintainya menghilang bersama cahaya itu.
Carla berlutut, air matanya tak terbendung.
“Arka… kau berjanji akan kembali. Kau tak boleh meninggalkanku sendirian lagi.”
Bab 2 – Cahaya Terakhir
Beberapa hari kemudian, Carla menemukan sebuah kapsul kristal di reruntuhan kota. Saat disentuh, kapsul itu memancarkan cahaya biru yang sama seperti ketika Arka pertama kali datang ke masa kini.
Di dalamnya, ada rekaman holografik Arka.
“Jika kau menemukan ini, berarti aku tak lagi bersamamu. Tapi jangan putus asa, Carla. Ada jalan untuk menembus waktu… untuk menyelamatkanku. Namun jalan itu penuh resiko. Kau mungkin harus kehilangan segalanya.”
Carla menatap langit dengan tekad membara.
“Aku rela kehilangan segalanya… asal tidak kehilanganmu.”
Bab 3 – Perjalanan Menuju Gerbang Waktu
Dipandu oleh petunjuk dalam kapsul kristal, Carla memulai perjalanan panjang ke jantung kota masa depan, tempat berdirinya Gerbang Waktu.
Gerbang itu bukan sekadar mesin, melainkan energi semesta yang hanya bisa dibuka dengan kekuatan hati.
Penjaga gerbang berkata padanya,
“Banyak yang ingin menembus waktu, tapi hanya cinta sejati yang bisa menyalakan pintu ini. Apa kau yakin rela mengorbankan segalanya demi lelaki itu?”
Carla menjawab tanpa ragu.
“Cinta bukan tentang memiliki, tapi tentang keberanian untuk berkorban. Dan aku… siap melakukannya.”
Bab 4 – Ujian Jiwa
Untuk membuka Gerbang Waktu, Carla harus melewati ujian batin. Ia dihadapkan pada bayangan dirinya yang lama—wanita sepi, rapuh, dan penuh luka.
Bayangan itu berbisik:
“Kau akan terluka lagi. Kau hanya akan menunggu dan kehilangan. Bukankah lebih baik menyerah?”
Carla menutup mata, lalu berkata dengan tegas,
“Mungkin aku pernah hancur, mungkin aku pernah sendiri. Tapi bersama Arka, aku menemukan arti hidup. Aku lebih memilih terluka bersamanya… daripada hidup abadi tanpa cinta.”
Gerbang Waktu pun menyala dengan cahaya biru yang menyilaukan.
Bab 5 – Menembus Waktu
Carla melangkah masuk. Tubuhnya terasa ringan, namun hatinya berdebar hebat. Ia seperti hanyut dalam pusaran bintang, setiap detik penuh dengan kilasan kenangan bersama Arka.
Saat hampir jatuh, ia mendengar suara samar:
“Carla… aku di sini. Jangan berhenti. Temukan aku.”
Air matanya mengalir, tapi bibirnya tersenyum.
“Arka, aku akan menemuimu… bahkan jika aku harus menantang waktu itu sendiri.”
Bab 6 – Pertemuan di Ambang Cahaya
Di ujung lorong cahaya, Carla melihat sosok yang begitu dirindukannya: Arka, terperangkap di antara ruang dan waktu, wajahnya lemah namun matanya masih memancarkan cinta yang sama.
“Arka!” teriak Carla sambil berlari.
Arka menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
“Kau… benar-benar datang. Kau menembus waktu hanya untukku?”
Carla menggenggam tangannya erat.
“Bukan hanya untukmu. Untuk kita. Karena aku percaya… cinta sejati tidak pernah mengenal batas.”
Cahaya biru pun melingkupi mereka berdua, menyatukan jiwa yang hampir terpisah selamanya.
Penutup Episode 4
Di dalam pusaran waktu, Carla dan Arka berpelukan erat. Mereka belum tahu ke mana cahaya itu akan membawa mereka—kembali ke masa depan, ke masa lalu, atau ke dunia yang sama sekali berbeda.
Namun satu hal yang pasti: cinta mereka kini lebih kuat dari ruang, waktu, maupun takdir.
Episode 5 – Dunia yang Asing, Cinta yang Abadi
Bab 1 – Terlempar ke Dimensi Lain
Cahaya biru yang menyatukan Carla dan Arka akhirnya mereda. Namun saat mereka membuka mata, mereka mendapati dunia yang sama sekali berbeda.
Langitnya berwarna ungu keperakan, pohon-pohon bercahaya seperti kristal, dan lautan terapung di udara. Dunia itu indah, tapi asing.
Carla menggenggam tangan Arka erat.
“Di mana kita?”
Arka menatap sekeliling dengan wajah serius.
“Ini… bukan masa depan. Bukan juga masa lalu. Kita berada di dimensi lain, di luar alur waktu.”
Bab 2 – Dunia yang Tidak Mengenal Waktu
Di dimensi itu, mereka menemukan sebuah kota kuno dengan penduduk yang tak menua. Wajah-wajah penduduknya tampak tenang, namun mata mereka kosong.
Salah seorang tetua berkata:
“Selamat datang di dunia tak berwaktu. Di sini, tak ada masa lalu, tak ada masa depan. Hanya keabadian yang hampa.”
Carla merinding.
“Keabadian tanpa cinta… bukankah itu sama saja dengan kesepian abadi?”
Arka menggenggam tangannya lebih erat.
“Dan itulah yang tidak akan pernah kualami, karena aku bersamamu.”
Bab 3 – Godaan Keabadian
Tetua kota menawarkan pilihan:
“Kalian bisa tinggal di sini. Hidup tanpa rasa sakit, tanpa kehilangan, tanpa takut pada waktu. Tapi harga dari keabadian ini adalah… melupakan cinta kalian.”
Carla menatap Arka dengan mata berkaca-kaca.
“Kalau kita melupakan cinta ini, untuk apa kita hidup?”
Arka menjawab tegas,
“Lebih baik aku mati dengan mengenangmu… daripada hidup abadi tanpa merasakanmu.”
Bab 4 – Ujian Dimensi
Untuk bisa kembali ke dunia mereka, Carla dan Arka harus melewati Ujian Jiwa.
Ujian itu memperlihatkan ketakutan terdalam:
Carla melihat bayangan Arka pergi meninggalkannya untuk dunia yang lebih penting.
Arka melihat Carla perlahan melupakan dirinya karena waktu merenggut ingatan cinta mereka.
Keduanya hampir menyerah, namun saling menggenggam tangan.
“Kau percaya padaku?” tanya Arka.
“Aku percaya, bahkan ketika semesta meragukan kita,” jawab Carla.
Dan dengan keyakinan itu, mereka berhasil melewati ujian.
Bab 5 – Jalan Pulang
Setelah lulus dari ujian, gerbang kristal terbuka. Cahaya biru kembali menyinari tubuh mereka.
Tetua kota berkata sebelum mereka pergi:
“Cinta sejati kalian telah membuktikan diri. Ingatlah, dunia ini hanya bayangan. Yang nyata adalah cinta yang kalian bawa ke mana pun kalian pergi.”
Carla menatap Arka, lalu tersenyum di tengah air matanya.
“Kemanapun kita pergi, bahkan jika harus tersesat di seribu dunia… aku akan tetap memilihmu.”
Arka mengecup keningnya.
“Dan aku akan selalu menemukan jalan kembali padamu.”
Bab 6 – Penutup Episode 5
Cahaya biru itu mengangkat mereka dari dunia tak berwaktu, membawa Carla dan Arka menuju takdir baru yang belum mereka ketahui.
Namun kali ini, mereka tak lagi takut. Karena mereka tahu, cinta sejati adalah kompas yang tak akan pernah salah arah.
Episode 6 – Terjebak di Masa Lalu
Bab 1 – Bangun di Dunia Asing
Cahaya biru yang membawa Carla dan Arka keluar dari dimensi tak berwaktu akhirnya mereda. Tapi saat mata mereka terbuka, dunia di sekitarnya tampak jauh berbeda.
Rumah-rumah dari kayu dan jerami berjajar sederhana. Jalanan dipenuhi orang-orang dengan pakaian tradisional. Kuda dan gerobak melintas, dan udara dipenuhi aroma tanah basah.
Carla terperangah.
“Arka… kita di mana sekarang?”
Arka menatap sekeliling dengan wajah tegang.
“Sepertinya… kita dilempar ke masa lalu. Mungkin ratusan tahun sebelum kau lahir.”
Bab 2 – Zaman yang Tak Mengenal Mereka
Hari-hari pertama sangat sulit. Tidak ada teknologi, tidak ada kenyamanan modern.
Carla hampir menyerah ketika harus menimba air dari sumur, atau memasak dengan api kayu.
Namun Arka selalu ada di sisinya.
“Jangan takut,” katanya sambil mengusap keringat dari wajah Carla.
“Kita pernah menaklukkan waktu. Kita juga pasti bisa bertahan di sini.”
Meski berat, Carla merasa hangat—karena setiap kesulitan menjadi lebih ringan saat dilalui bersama Arka.
Bab 3 – Rahasia Orang-Orang Desa
Di desa tempat mereka tinggal sementara, orang-orang mulai curiga. Carla dan Arka dianggap aneh, karena bahasa mereka sedikit berbeda dan juga pakaian mereka terasa begitu asing.
Seorang tetua desa berbisik pada Carla:
“Kalian bukan orang dari sini, bukan? Matamu… menyimpan cahaya yang asing.”
Carla terdiam, tak bisa menjawab. Ia sadar, jika identitas mereka terbongkar, mungkin mereka akan dianggap kutukan atau penyihir.
Bab 4 – Godaan Masa Lalu
Suatu malam, Carla melihat sesuatu yang mengguncang hatinya. Di pasar desa, ada seorang pemuda dengan wajah yang mirip sekali dengan Arka.
“Apa mungkin… dia leluhurmu?” bisik Carla terkejut.
Arka menatap pemuda itu lama, lalu tersenyum samar.
“Mungkin, Carla. Semesta memang suka bermain. Tapi bagiku, hanya ada satu cinta… dan itu adalah kau.”
Bab 5 – Cinta dalam Kesederhanaan
Meski hidup di masa sulit, Carla dan Arka menemukan kebahagiaan kecil. Mereka duduk di tepi sungai sambil menatap bintang, sama seperti dulu.
“Arka, lihat… bintang-bintang itu tetap sama, meski kita berpindah masa,” kata Carla pelan.
Arka meraih tangannya.
“Ya, sama seperti cintaku padamu. Abadi, tak peduli di zaman apa pun kita berada.”
Carla menitikkan air mata, kali ini bukan karena sedih, melainkan karena bahagia.
“Kalau begitu, biarlah masa lalu ini menjadi rumah kita sementara.”
Bab 6 – Penutup Episode 6
Namun, di balik ketenangan itu, mereka tidak tahu bahwa sebuah takdir besar menanti. Sebuah rahasia masa lalu yang bisa mengubah segalanya—bahkan mungkin membuat mereka harus memilih:
bertahan di masa lalu bersama… atau kembali ke takdir mereka di masa depan.
Episode 7 – Rahasia Masa Lalu
Bab 1 – Jejak Misterius
Beberapa minggu tinggal di desa, Carla dan Arka mulai mendengar desas-desus tentang ramalan kuno.
Ramalan itu menyebutkan:
"Akan datang sepasang jiwa asing dari langit, yang akan menentukan arah masa depan negeri ini."
Arka menatap Carla dengan serius.
“Carla… aku takut ramalan itu tentang kita.”
Carla menggenggam tangannya erat.
“Kalau memang iya, berarti semesta sudah memilih kita. Kita tak bisa lari dari takdir.”
Bab 2 – Kitab Kuno
Tetua desa akhirnya membawa mereka ke sebuah kuil tua. Di dalamnya terdapat kitab kuno yang ditulis dengan huruf-huruf asing.
Anehnya, Carla bisa membacanya seolah-olah ia sudah mengenalnya sejak lama.
Isi kitab itu membuatnya terkejut:
"Hanya dengan kehadiran dua jiwa asing ini, garis waktu bisa dipulihkan. Namun mereka harus memilih: tinggal di masa lalu untuk menjaga keseimbangan, atau kembali ke masa depan dan merelakan sejarah berubah."
Carla menutup kitab itu dengan tangan gemetar.
“Arka… kita adalah bagian dari sejarah.”
Bab 3 – Dilema Cinta
Malam itu, Carla menangis dalam pelukan Arka.
“Kalau kita memilih tinggal di sini, mungkin kita tidak akan pernah kembali ke masa depan. Tidak ada lagi teknologi, tidak ada dunia yang kita kenal… hanya masa lalu yang keras.”
Arka mengusap rambutnya dengan lembut.
“Dan kalau kita memilih kembali, mungkin masa lalu ini akan runtuh… dan orang-orang yang kita kenal di sini akan lenyap dari sejarah.”
Keduanya terdiam. Cinta mereka diuji, bukan hanya oleh jarak dan waktu, tapi juga oleh takdir dunia.
Bab 4 – Pilihan yang Mustahil
Keesokan harinya, desa diserang oleh pasukan asing yang ingin merebut kuil. Carla dan Arka berada di garis depan, melindungi kitab kuno yang menyimpan rahasia sejarah.
Saat pertempuran berlangsung, Carla berteriak di tengah kekacauan:
“Arka! Kita tidak bisa hanya memilih untuk diri kita sendiri. Cinta sejati bukan hanya tentang kita, tapi juga tentang keberanian menyelamatkan banyak jiwa.”
Arka menatap Alya, matanya penuh air mata.
“Kalau begitu… mari kita pilih bersama. Apapun resikonya, aku tidak akan melepaskanmu.”
Bab 5 – Janji di Tengah Api
Di bawah langit yang terbakar perang, Carla dan Arka berpegangan tangan erat, seolah dunia bisa runtuh kapan saja.
Arka berkata dengan suara bergetar,
“Jika kita harus tinggal di masa lalu, aku akan tetap mencintaimu. Jika kita kembali ke masa depan, aku akan tetap mencari jalan padamu. Karena cintaku… melampaui sejarah itu sendiri.”
Carla tersenyum di tengah tangisnya.
“Maka apapun pilihan kita nanti, aku tahu… cinta kita akan abadi.”
Bab 6 – Penutup Episode 7
Pertempuran akhirnya usai, tapi dilema belum terjawab. Carla dan Arka kini tahu, mereka bukan sekadar pengembara waktu, melainkan penentu sejarah.
Dan di hadapan mereka, dua pintu mulai terbuka:
Satu menuju masa depan, dengan kemungkinan kembali ke kehidupan yang mereka kenal.
Satu lagi menuju masa lalu, tempat mereka bisa menyelamatkan dunia, tapi harus mengorbankan segalanya.
Episode 8 – Dua Pintu Takdir
Bab 1 – Dua Jalan
Di tengah kuil kuno yang hening, dua pintu bercahaya berdiri.
Pintu pertama berkilau dengan cahaya biru, melambangkan masa depan.
Pintu kedua menyala merah keemasan, melambangkan masa lalu.
Tetua desa berkata,
“Pilihan ini hanya bisa kalian tentukan berdua. Apa pun yang kalian pilih, dunia akan berubah selamanya.”
Carla menggenggam tangan Arka erat.
“Aku takut…”
Arka membalas genggamannya.
“Aku juga. Tapi bersama, kita bisa melewati segalanya.”
Bab 2 – Bisikan Hati
Carla menatap pintu masa depan. Di sana ada dunia yang ia kenal, tempat ia bisa kembali menulis, berjalan di kota, dan merasakan teknologi modern.
Tapi… apakah itu akan menghapus sejarah yang baru saja ia alami bersama Arka?
Arka menatap pintu masa lalu. Ia tahu, jika mereka memilih itu, mereka harus hidup dalam zaman penuh kesulitan. Tapi ia juga sadar, di situlah mereka bisa memberi arti, menjaga sejarah, dan mungkin… menemukan makna cinta yang lebih besar.
Bab 3 – Air Mata dan Pelukan
Carla akhirnya menangis.
“Arka… aku ingin kembali ke masa depan. Aku ingin dunia yang aku kenal, keluargaku, sahabatku… tapi aku juga tidak ingin meninggalkan semua yang kita lalui di sini. Aku takut kehilanganmu.”
Arka memeluknya erat, air matanya jatuh di bahu Carla.
“Dengarkan aku, Carla… aku tidak pernah peduli di mana aku berada. Masa lalu atau masa depan… aku hanya peduli kalau aku bersamamu.”
Bab 4 – Keputusan
Setelah lama berdiam, Carla dan Arka berdiri di tengah dua pintu itu.
Mereka saling menatap, mata keduanya penuh cinta sekaligus keberanian.
Carla berbisik,
“Kalau kita memilih masa depan, mungkin kita akan kembali ke kehidupan lama, tapi kita tidak tahu apakah masih bisa bersama.”
Arka menatap dalam.
“Kalau kita memilih masa lalu, mungkin kita harus berjuang keras… tapi setidaknya kita bersama, dan dunia ini tetap hidup.”
Lalu keduanya bersuara hampir bersamaan:
“Aku memilih bersamamu, bukan waktunya.”
Bab 5 – Melangkah ke Takdir
Dengan hati yang bergetar, mereka akhirnya melangkah ke salah satu pintu.
Cahaya menyilaukan memenuhi seluruh ruangan, menelan tubuh mereka berdua.
Tetua desa menutup mata, berdoa dalam hati:
“Semoga cinta sejati mereka menjaga keseimbangan dunia.”
Bab 6 – Penutup Episode 8
Ketika cahaya itu menghilang, hanya keheningan yang tersisa.
Pintu-pintu takdir telah tertutup, dan pilihan sudah dibuat.
Episode 9 – Pilihan yang Mengikat
Bab 1 – Cahaya yang Menelan
Saat mereka melangkah ke dalam cahaya, Carla menggenggam tangan Arka erat-erat.
Hatinya berdebar, matanya terpejam, bibirnya bergetar.
Ketika cahaya itu mereda, mereka mendapati diri berada di sebuah padang rumput yang asing… namun penuh kehidupan.
Angin berhembus hangat, suara burung terdengar, dan di kejauhan tampak desa yang pernah mereka lindungi.
Carla menatap sekeliling, lalu memandang Arka.
“Arka… ini bukan masa depan. Ini… masa lalu.”
Bab 2 – Cinta yang Menetap
Arka menarik napas panjang, menatap Carla dengan mata yang berkilau lembut.
“Carla… berarti kita sudah memilih. Kita tetap tinggal di sini, menjaga dunia ini. Tapi jangan pernah takut, karena aku akan selalu bersamamu.”
Carla tersenyum, meski matanya basah.
“Jadi kita benar-benar akan hidup di sini… tanpa listrik, tanpa internet, tanpa kota. Hanya ada langit, sawah, dan dunia yang sederhana.”
Arka mengusap pipinya.
“Dan cinta kita akan menjadi cahaya, lebih terang dari semua itu.”
Bab 3 – Hidup Baru
Hari-hari berlalu. Carla mulai terbiasa dengan kehidupan desa. Ia menulis bukan di layar ponsel, melainkan di daun lontar, membagikan cerita kepada anak-anak tentang bintang, tentang masa depan yang mereka tak tahu.
Arka menjadi pelindung desa, membantu para petani, dan setiap malam ia duduk bersama Carla di tepi sungai, membicarakan harapan mereka.
Carla berkata,
“Dulu aku merasa sendirian. Dunia modern membuatku kesepian meski ramai. Tapi di sini… aku justru menemukan arti rumah.”
Arka menatapnya, menggenggam tangannya di bawah sinar bulan.
“Karena rumah itu bukan tempat, Carla. Rumah adalah seseorang… dan itu adalah kamu.”
Bab 4 – Ujian Terakhir
Namun, kebahagiaan mereka tak selalu mulus. Ramalan berkata, tinggal di masa lalu berarti mereka harus menerima konsekuensi: usia mereka tak akan panjang, tapi cinta mereka akan abadi.
Carla terdiam lama setelah mendengar itu.
“Jadi… kita mungkin tidak akan menua bersama seperti orang lain?”
Arka tersenyum tenang.
“Tidak masalah. Karena setiap detik bersamamu lebih berharga daripada seribu tahun tanpa dirimu.”
Bab 5 – Cinta Abadi
Suatu malam, di bawah bintang-bintang yang berkilauan, Carla menyandarkan kepalanya di bahu Arka.
“Kalau suatu hari aku pergi lebih dulu… janjilah padaku, cintamu tidak akan hilang.”
Arka mencium keningnya lembut.
“Carla… cintaku padamu melampaui waktu. Jika hari ini aku kehilanganmu, aku akan menunggumu di kehidupan berikutnya. Karena aku percaya, semesta selalu menyatukan dua jiwa yang ditakdirkan.”
Carla tersenyum, air matanya jatuh.
“Maka kita adalah cinta yang tidak mengenal batas… bahkan melawan waktu.”
Bab 6 – Penutup Episode 9
Mereka mungkin telah memilih masa lalu, meninggalkan dunia modern, namun yang mereka dapatkan jauh lebih besar: sebuah cinta sejati yang menjadi legenda, dikenang sepanjang masa.
Dan di suatu hari jauh di depan, orang-orang menceritakan kisah tentang dua jiwa asing dari langit, yang tinggal di bumi untuk menjaga keseimbangan, dan meninggalkan jejak cinta yang abadi.
Episode 10 – Legenda Cinta yang Abadi
Bab 1 – Waktu yang Mengalir
Tahun-tahun berlalu di desa itu. Carla dan Arka menjalani kehidupan sederhana, jauh dari hiruk pikuk dunia modern.
Meski takdir berkata usia mereka tak panjang, setiap hari yang mereka lewati penuh senyum, tawa, doa, dan cinta yang tak pernah pudar.
Carla menulis kisah mereka di lembaran daun lontar, menyebutnya “Cinta yang Melawan Waktu.”
Ia berkata kepada Arka,
“Kalau suatu hari orang membaca ini, aku ingin mereka tahu bahwa cinta sejati itu ada, nyata, dan bisa melampaui segalanya.”
Bab 2 – Hari Perpisahan
Suatu sore, ketika matahari tenggelam memerah di ufuk barat, Carla merasa tubuhnya mulai lemah.
Arka duduk di sisinya, menggenggam tangannya yang dingin.
Dengan suara lirih, Carla berbisik,
“Arka… waktuku mungkin sudah dekat. Tapi jangan menangis, karena aku tidak pernah menyesal memilih jalan ini bersamamu.”
Air mata Arka jatuh, membasahi tangannya.
“Jangan bicara begitu… aku tidak tahu bagaimana hidup tanpa senyummu, tanpa suaramu.”
Carla tersenyum tipis, meski matanya mulai sayu.
“Kau tidak akan pernah kehilangan aku. Aku ada di bintang, di angin, di setiap doa. Cinta kita akan tetap hidup.”
Bab 3 – Janji di Langit Senja
Malam itu, bintang-bintang muncul lebih terang dari biasanya.
Arka memeluk Carla yang terlelap, sambil berbisik:
“Kalau semesta memberiku seribu kehidupan lagi, aku tetap akan memilih mencintaimu.”
Ketika fajar menyapa, Carla telah pergi… meninggalkan dunia dengan senyum yang damai.
Arka menangis, namun ia tahu: cinta mereka tidak pernah mati.
Bab 4 – Cinta yang Dikenang
Arka hidup beberapa tahun setelahnya, menjaga desa, melindungi warisan Carla.
Ketika ajal akhirnya menjemputnya, desa itu menguburkan mereka berdua berdampingan di bawah pohon besar.
Dari generasi ke generasi, kisah mereka diceritakan:
Tentang seorang wanita dari masa kini yang kesepian, dan seorang pria dari masa depan yang datang untuk menemaninya. Tentang cinta yang memilih pengorbanan, bukan kenyamanan.
Bab 5 – Abadi
Berabad-abad kemudian, ketika dunia berubah, orang-orang masih menceritakan legenda itu.
Mereka berkata:
“Jika kau melihat bintang paling terang di langit malam, itu adalah Carla dan Arka, dua jiwa yang memilih tinggal di masa lalu demi cinta dan dunia. Mereka tak pernah benar-benar pergi. Mereka hanya berubah menjadi cahaya.”
Epilog
Cinta sejati tidak diukur dari lamanya waktu bersama, tapi dari keberanian untuk memilih satu sama lain, meski dunia menentang.
Carla dan Arka telah membuktikan:
bahwa cinta sejati bisa melawan waktu, melampaui sejarah, dan hidup selamanya di hati manusia.
Selesai