Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan salah
satu kawasan konservasi alam yang terletak di Pulau Sumatra, Indonesia. Secara
geografis, taman nasional ini terletak di perbatasan antara provinsi Jambi dan
Riau, mencakup area seluas kurang lebih 143.143 hektar. Dengan letak yang
strategis, taman nasional ini menjadi titik pertemuan berbagai ekosistem,
menciptakan habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati. Taman Nasional Bukit
Tiga Puluh berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan melestarikan
spesies flora dan fauna yang terancam punah, serta menjadi salah satu lahan
penting untuk penelitian ilmiah di Indonesia.
Sejarah taman nasional ini dimulai dari inisiatif
pemerintah yang mengakui pentingnya konservasi alam guna melindungi keragaman
hayati yang ada di wilayah tersebut. Dalam perkembangannya, taman nasional ini
menjadi lokasi yang sangat relevan untuk penelitian dan pendidikan lingkungan
disertai pemantauan ekosistem yang terus berlangsung. Beragam perusahaan di
sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh turut berkontribusi dalam konservasi,
meskipun ada tantangan dalam menjaga keberlanjutan alam di tengah aktivitas
ekonomi di wilayah sekitar.
Melalui artikel ini, warkasa1919.com mencoba untuk
mengajak pembaca untuk melihat lebih dalam terkait Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh, mulai dari sejarah, keindahan alam, hingga tantangan yang dihadapi dalam
pelestariannya. Diharapkan, pembaca dapat melihat pentingnya taman nasional ini
tidak hanya sebagai tempat wisata tetapi juga sebagai warisan alam yang harus
dijaga dan dilestarikan demi generasi mendatang.
Bagian ini terkunci. Masukkan password untuk membaca selengkapnya.
Sejarah Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Sumatra
merupakan salah satu kawasan konservasi penting yang memiliki sejarah panjang
dalam upaya perlindungan keanekaragaman hayati. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
(TNBT) secara resmi ditunjuk pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan (SK)
Menteri Kehutanan yang merupakan penggabungan kawasan Hutan Lindung (HL) di
wilayah Provinsi Riau dan Jambi serta alih fungsi sebagian kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT) di wilayah Riau (SK Menhut Nomor 539/Kpts-II/1995).
Penunjukkan sampai dengan penetapan TNBT menjadi taman nasional melalui
rangkaian proses sebagai berikut[i]:
1. Tahun 1982: Dimulai dengan adanya Rencana Konservasi Nasional tahun 1982 yang mengakui pentingnya dan tingginya nilai ekosistem kawasan bukit tiga puluh, dimana dalam rencana tersebut kawasan Bukit Tiga puluh diusulkan menjadi Suaka Margasatwa Bukit Besar (200.000 ha) dan Cagar Alam Seberida (120.000 ha).
2.
Tahun 1982: Pada tahun yang
sama, berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) kawasan ini ditetapkan
sebagai kawasan lindung dengan luas 70.250 ha di Propinsi Riau dan Jambi,
dimana luasnya jauh lebih kecil dari rencana konservasi nasional.
3.
Tahun 1988, Departemen
Transmigrasi dengan instrumen perencanaan Regional Planning Program for
Transmigration (RePPPROT) mengklasifikasikan ekosistem Bukit Tiga puluh sebagai
kawasan lindung dengan luas 250.000 Ha.
4.
Kemudian pada tahun 1991–1992
penelitian yang dilakukan para peneliti dari Norwegia dan Indonesia yang
tergabung dalam NORINDRA (Norwegian Indonesian for Resources Management
Project), merekomendasikan kawasan tersebut sebagai taman nasional dengan luas 250.000
ha.
5.
Tahun 1993: Dirjen PHVA dan WWF
Indonesia mengusulkan program Pengelolaan Kawasan Bukit Tiga Puluh dalam Bukit
Tiga Puluh Rain Forest and Resources (An Integrated Conservation and
Development Approach)
6.
Tahun 1994: Surat Menhut No.
1289/Menhut-IV/94 kepada Bank Dunia, disebutkan rencana pengesahan Bukit Tiga
puluh menjadi taman nasional seluas 250.000 Ha (hampir sesuai dengan
rekomendasi RePPProt 1988);
7.
Tahun 1994: Pemerintah Daerah
Tk. I Riau mengeluarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Riau (RTRWP) yang mengakomodir kawasan Bukit Tiga Puluh.
8.
Tahun 1995: Surat Dirjen PHPA
kepada Menteri Kehutanan RI Nomor 103/DJ-VI/Binprog/1994 mengusulkan kawasan
Bukit Tiga Puluh dan Bukit Besar sebagai Taman Nasional
9.
Tahun 1995 kawasan ini ditunjuk
menjadi taman nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
539/Kpts-II/1995 tanggal 5 Oktober 1995 dengan luas 127.698 ha yang berasal
dari perubahan fungsi HL Haposipin dan HPT Luas di Propinsi Riau seluas 94.698
ha dan HL Sengkati Batanghari di Propinsi Jambi seluas 33.000 ha.
10.
Tahun 2002: status kawasan
sebagai taman nasional tersebut diperkuat lagi melalui ketetapan Menhut melalui
SK Menteri Kehutanan nomor 6407/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002 dengan luas
“temu gelang” 144.223 ha.
11.
Tahun 2016: Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem telah mengesahkan zonasi TNBT melalui
SK.159/KADAE/SET/KSA.0/6/2016 Tentang Zonasi Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Provinsi Riau dan Jambi Tanggal 9 Juni 2016.
Peran taman nasional dalam konservasi lingkungan
sangat signifikan. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh tidak hanya berkontribusi
pada pelestarian lingkungan, tetapi juga mendukung program penelitian ilmiah
serta pengembangan ekowisata. Melalui pengelolaan yang baik, Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh diharapkan dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sumber daya
alam dan kawasan konservasi di Indonesia. Sejarah taman nasional ini tidak
hanya menggambarkan komitmen untuk melindungi alam, tetapi juga mencerminkan
harapan untuk masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Lokasi dan Aksesibilitas Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh terletak pada
lintas provinsi dan kabupaten, yaitu di Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten
Indragiri Hilir di Provinsi Riau, dan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat di Provinsi Jambi
Luas dan Ekosistem Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Taman ini memiliki luas kira-kira 143.143 hektare
dan secara ekologi, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan kawasan yang
memiliki tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah, sehingga mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi dan hampir seluruh spesies flora dan fauna di
Pulau Sumatra, terdapat di kawasan taman nasional ini.
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan tempat
terakhir bagi spesies terancam seperti orang utan sumatra, harimau sumatra,
gajah sumatra, badak sumatra, tapir asia, beruang madu dan berbagai spesies
burung yang terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat
tinggal bagi Orang Rimba dan Orang Talang Mamak.
Pentingnya taman nasional ini tidak hanya terletak
pada keragaman hayatinya tetapi juga peran ekologisnya yang melindungi sumber
daya air dan menjaga keseimbangan tanah. Melalui interaksi yang kompleks antara
berbagai spesies, taman nasional ini berkontribusi pada kesehatan lingkungan
secara keseluruhan.
Sejarah taman nasional Bukit Tiga Puluh mencatat
upaya konservasi yang dilakukan untuk menjaga ekosistem ini dari ancaman
deforestasi dan eksploitasi. Oleh karena itu, memahami luas dan ekosistem Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh sangatlah esensial untuk menghargai nilai dan
keberadaannya yang berharga bagi flora dan fauna, serta bagi kehidupan manusia
di sekitarnya.
Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan salah
satu ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati di Sumatra. Luasnya area
hutan tropis di taman nasional ini tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi
berbagai spesies flora dan fauna, tetapi juga menjadi pusat penting untuk
penelitian dan konservasi. Taman ini mencakup wilayah hutan dataran rendah,
hutan pegunungan, dan hutan sisa yang menghasilkan kondisi ideal bagi banyaknya
jenis spesies yang eksotis.
Flora yang ada di taman nasional ini sangat
beragam, termasuk berbagai jenis pohon besar, tanaman merambat, dan berbagai
spesies anggrek yang indah. Salah satu contoh flora yang mencolok adalah
Rafflesia arnoldii, bunga terbesar di dunia yang dikenal karena aroma yang
menyengat. Selain itu, spesies pohon seperti meranti dan tunggul juga
memberikan kontribusi signifikan terhadap ekosistem sekitarnya. Keberadaan
pohon-pohon ini mendukung habitat bagi berbagai spesies fauna, yang menjadikan
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh sebagai tempat yang belum terjamah bagi banyak
spesies.
Dari segi fauna, taman nasional ini menjadi rumah
bagi sejumlah hewan langka dan terancam punah. Di antara fauna kunci yang dapat
ditemui adalah orangutan, harimau Sumatra, dan berbagai jenis primata lainnya.
Populasi hewan-hewan tersebut sangat bergantung pada keberlanjutan ekosistem
hutan yang ada. Oleh karena itu, pentingnya konservasi spesies-spesies ini
tidak dapat dikesampingkan, mengingat kerusakan habitat dan perburuan ilegal
yang sering terjadi di sekitar taman nasional. Upaya dari lembaga-lembaga konservasi
serta perusahaan di sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh menjadi krusial
dalam pemeliharaan ekosistem ini demi masa depan keanekaragaman hayati yang
ada.
Upaya Konservasi dan Perlindungan
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan salah
satu kawasan konservasi penting di Sumatra yang memiliki keanekaragaman hayati
yang luar biasa. Untuk melestarikan keanekaragaman ini, berbagai upaya
konservasi dan perlindungan telah dilakukan oleh pemerintah, lembaga
konservasi, dan masyarakat lokal. Kerjasama antara pihak-pihak ini sangat vital
dalam menjaga kelestarian taman nasional ini, yang dikenal juga dengan sejarah
taman nasional Bukit Tigapuluh yang panjang dan signifikan.
Pemerintah Indonesia berperan aktif dalam
perencanaan dan pengelolaan taman nasional. Melalui Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, berbagai program telah diluncurkan untuk melindungi satwa
langka dan flora endemik yang ada di dalam kawasan ini. Regulasi yang ketat
juga diterapkan untuk mengatur aktivitas yang dapat berdampak negatif, seperti
penebangan hutan dan perburuan liar. Selain itu, pemantauan dan penegakan hukum
menjadi aspek penting untuk memastikan bahwa aturan tersebut diikuti oleh semua
pihak.
Di samping usaha pemerintah, lembaga konservasi
internasional juga berkontribusi dalam memberikan bantuan teknis dan sumber
daya untuk proyek-proyek yang bertujuan melindungi dan mengelola keanekaragaman
hayati di taman nasional. Kerjasama ini sering kali melibatkan pengembangan
program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian alam dan ekosistem yang ada di taman nasional.
Partisipasi masyarakat lokal juga menjadi elemen
kunci dalam upaya konservasi ini. Melalui program-program pemberdayaan ekonomi,
masyarakat diajak untuk berperan aktif dalam menjaga kawasan taman nasional.
Misalnya, melalui ekowisata yang dikelola oleh perusahaan di sekitar taman
nasional Bukit Tiga Puluh, masyarakat dapat memperoleh penghasilan sambil
sekaligus berkontribusi terhadap pelestarian alam dan habitat lokal.
Ancaman yang Dihadapi Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan salah
satu kawasan konservasi yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya.
Namun, terdapat sejumlah tantangan signifikan yang mengancam ekosistem dan
kelestarian taman nasional ini. Aktivitas ilegal, perambahan hutan, dan dampak
perubahan iklim adalah beberapa isu utama yang perlu mendapatkan perhatian
serius.
Aktivitas ilegal seperti pembalakan liar menjadi
salah satu tantangan terbesar yang dihadapi taman nasional ini. Penebangan
pohon secara ilegal tidak hanya mengurangi jumlah pohon, tetapi juga merusak
habitat alami bagi berbagai spesies yang tergantung pada hutan untuk
kelangsungan hidup mereka. Hal ini mengganggu keseimbangan ekosistem dan dapat
memicu punahnya flora dan fauna yang khas di daerah tersebut.
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh kini mendapat
ancaman serius dari penebangan kayu ilegal dan penanaman kelapa sawit[ii].
Menyusutnya habitat kawasan ini, mengakibatkan peningkatan konflik antara
manusia dan gajah sumatra 4 kali lipat selama 10 tahun terakhir. Menurut
Frankfurt Zoological Society, 346 konflik pada tahun 2018 mengakibatkan 9.161
pohon karet dan sawit, 2.475 batang tanaman dan pondok rusak, serta kematian
seekor gajah, terjadi seiring menyusutnya tutupan hutan hujan dataran rendah
ekosistem Bukit Tigapuluh ini.
Hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ini punya
84.042 ha areal penyangga berupa tutupan hutan alam pada 2009, dan merosot
tersisa 34.814 ha saja. Pada 1980an, ada sekitar 400 ekor gajah yang hidup dan
tak sampai 150 ekor tersisa 3 dekade kemudianSecara keseluruhan,
tantangan-tantangan ini saling terkait dan mempengaruhi kesehatan ekosistem
secara keseluruhan. Upaya mitigasi yang efektif dan kolaboratif antara semua
pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat lokal, perusahaan di
sekitar taman, dan organisasi lingkungan, sangat diperlukan untuk memastikan
kelestarian dan keberlanjutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.
Kesimpulan
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan salah
satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, khususnya di pulau Sumatra.
Sejarah Taman Nasional Bukit Tiga Puluh menunjukkan betapa pentingnya kawasan
ini dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang unik. Dengan
adanya banyak perusahaan di sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, baik yang
terkait dengan ekowisata maupun industri yang lebih besar, menjadi jelas bahwa
terdapat interaksi yang signifikan antara ekonomi lokal dan pelestarian lingkungan.
Pentingnya menjaga dan melestarikan Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh tidak bisa dipandang sebelah mata. Taman nasional ini tidak
hanya berfungsi sebagai habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna langka,
tetapi juga sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Dengan
meningkatkan kesadaran akan sejarah taman nasional ini dan fungsi ekologisnya,
masyarakat dapat lebih berperan dalam kegiatan konservasi. Dukungan dari
perusahaan yang beroperasi di dekat taman juga sangat vital untuk menerapkan praktik
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Keanekaragaman hayati yang terkandung dalam Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh menyimpan banyak potensi bagi penelitian ilmiah serta
pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, sinergi antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus diperkuat agar kekayaan alam
ini dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang. Konservasi yang strategis
akan menguntungkan bukan hanya lingkungan tetapi juga ekonomi lokal dan
kesejahteraan masyarakat. Dengan upaya bersama, kita dapat menjaga Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh sebagai salah satu harta nasional dan pusaka budaya yang
berharga bagi Indonesia.
[i] https://tnbt.ksdae.menlhk.go.id/page/sejarah
[ii] https://www.wikiwand.com/id/articles/Taman_Nasional_Bukit_Tiga_Puluh
