Apakah ritual ngalap berkah dengan berebut sentuhan tokoh dan larangan pernikahan beda golongan murni ajaran Islam? Ternyata, tradisi ini berakar dari masa Jahiliyah pra-Islam. Simak penjelasan lengkapnya di sini.
Pendahuluan: Tradisi yang Sering Kita Temui
Di banyak daerah di Indonesia, kita masih sering mendengar istilah “ngalap berkah”. Misalnya, orang berebut untuk bisa bersalaman atau disentuh oleh seorang tokoh yang dianggap keramat, berharap akan mendapat rezeki lancar, jodoh segera datang, atau penyakit lekas sembuh.
Selain itu, ada pula anggapan larangan menikah beda golongan—entah karena perbedaan status sosial, keturunan, bahkan “darah” yang dianggap tidak selevel. Pertanyaannya, apakah semua itu memang murni ajaran Islam?
Faktanya, menurut kajian sejarah dan penjelasan para ulama, praktik seperti ini justru memiliki akar kuat pada tradisi masyarakat Jahiliyah pra-Islam, jauh sebelum Nabi Muhammad ﷺ membawa risalah tauhid.
Apa Itu Ngalap Berkah dan Larangan Pernikahan Beda Golongan?
1. Ngalap Berkah
Secara bahasa, ngalap berkah berarti “mencari keberkahan”. Dalam praktik, ini bisa berupa:
Menyentuh atau berebut sesuatu dari tokoh agama/keramat.
Mengambil benda peninggalan orang saleh untuk diyakini membawa tuah.
Mengunjungi makam untuk meminta pertolongan atau perantara.
Padahal, dalam Islam, keberkahan adalah milik Allah semata. Rasulullah ﷺ sendiri melarang umatnya menggantungkan nasib pada benda atau manusia.
2. Larangan Pernikahan Beda Golongan
Masyarakat Arab pra-Islam sangat menjunjung tinggi status kabilah dan keturunan. Menikah beda golongan dianggap aib, karena bisa “merusak garis keturunan”.
Tradisi ini ternyata masih hidup dalam beberapa komunitas hingga kini, termasuk di sebagian masyarakat Muslim, padahal Islam sendiri menekankan bahwa kemuliaan manusia hanya diukur dari taqwa, bukan status sosial.
Masa Jahiliyah: Akar dari Semua Tradisi Ini
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab hidup di zaman Jahiliyah. Beberapa ciri khas kehidupan mereka antara lain:
Menyembah berhala, benda keramat, dan leluhur.
Membanggakan suku, kabilah, dan garis keturunan.
Mempraktikkan diskriminasi sosial, termasuk dalam urusan pernikahan.
Percaya pada simbol-simbol keberuntungan dan magis.
Di sinilah asal-usul ngalap berkah dan larangan beda golongan itu muncul. Islam hadir justru untuk menghapuskan praktik yang tidak adil tersebut, serta menggantinya dengan prinsip tauhid, persamaan, dan keadilan.
Pandangan Islam: Meluruskan yang Melenceng
1. Tauhid adalah Sumber Berkah
Islam menegaskan bahwa semua berkah hanya berasal dari Allah SWT. Dalam Al-Qur’an (QS. Al-A’raf: 96), Allah berfirman:
“Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...”
Artinya, kunci keberkahan adalah iman dan taqwa, bukan menyentuh tokoh atau benda tertentu.
2. Kesetaraan dalam Pernikahan
Dalam Islam, tidak ada larangan menikah karena beda golongan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada keutamaan orang Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas orang Arab, kecuali dengan taqwa.” (HR. Ahmad).
Ini menegaskan bahwa ukuran utama dalam memilih pasangan adalah agama, akhlak, dan ketaatan kepada Allah, bukan status sosial.
Mengapa Tradisi Jahiliyah Masih Bertahan?
Ada beberapa alasan mengapa praktik ini masih terus hidup hingga kini:
Keterikatan Budaya
Banyak masyarakat yang menganggap tradisi sebagai identitas yang tak bisa ditinggalkan.Kurangnya Pemahaman Agama
Tidak semua orang mempelajari perbedaan antara adat dan ajaran Islam yang murni.Pengaruh Tokoh Lokal
Figur tertentu dianggap sebagai simbol keberkahan, sehingga praktik “berebut” sentuhan atau doa menjadi umum.Psikologis & Sosial
Manusia cenderung mencari jalan instan untuk solusi hidup. Tradisi seperti ini menjadi jawaban cepat, meskipun tidak sesuai dengan Islam.
Bagaimana Menyikapi Tradisi Ini?
Islam tidak serta-merta menolak budaya. Namun, ada syarat penting: selama tidak bertentangan dengan syariat.
1. Bedakan Agama dan Budaya
Budaya boleh dilestarikan, tetapi jangan sampai melenceng dari ajaran tauhid.
2. Cari Berkah dengan Cara yang Benar
Doa, sedekah, dzikir, dan amal saleh adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah. Itulah sumber keberkahan yang sejati.
3. Nikah karena Iman, Bukan Golongan
Membangun rumah tangga yang diridhoi Allah lebih penting daripada mempertahankan status sosial.
4. Edukasi Generasi Muda
Orang tua, guru, dan tokoh masyarakat harus menekankan pentingnya tauhid dan keadilan dalam agama, agar generasi berikutnya tidak terjebak pada praktik jahiliyah yang dibungkus “tradisi”.
Kesimpulan
Ritual ngalap berkah dengan berebut sentuhan tokoh dan larangan menikah beda golongan bukanlah ajaran Islam yang murni. Tradisi tersebut memiliki akar kuat dari masa Jahiliyah pra-Islam, ketika status sosial dan kepercayaan magis mendominasi kehidupan masyarakat.
Islam hadir untuk meluruskan semua itu—menghapus diskriminasi, menegakkan tauhid, dan menekankan bahwa kemuliaan manusia hanya diukur dari taqwanya.
Maka, sebagai Muslim, kita diajak untuk memurnikan iman dengan hanya bergantung kepada Allah, serta membangun masyarakat yang adil tanpa sekat golongan.
Jika artikel ini bermanfaat, mari sebarkan kebaikan dengan membagikannya kepada keluarga dan sahabat.
Mari terus belajar dan mengkaji Islam dari sumber yang otentik agar kita bisa membedakan mana tradisi yang sesuai syariat, dan mana yang hanya warisan masa lalu.